“Kami mencatat perubahan sungai dimulai sejak April hingga Agustus 2023. Di sepanjang bulan itu, sungai Sagea tak jernih seperti sebelumnya. Kami menduga, asal sedimen ini akibat aktivitas pembukaan lahan jalan PT Weda By Nikel (WBN). Karena lokasi konsensusnya berada di atas aliran sungai yang terhubung sekaligus mengalir ke kawasan karst Sagea melewati Gua Bokimaruru dan keluar melalui Sungai Sagea,” tukasnya.
BACA JUGA : Pemkab Halsel Anggarankan 80 Miliar untuk Gaji Pegawai PPPK
Hal ini, lanjut Alfian, dikuatkan dengan pernyataan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Halmahera Tengah, yang sebelumnya menyatakan pencemaran Sungai Sagea tergolong fatal, karena membawa endapan lumpur yang teridentifikasi bersumber dari kegiatan produksi pertambangan.
“Kami mendesak Pemprov Maluku Utara segera bertindak. Dan kepada perusahaan yang beroperasi di wilayah Sagea agar menghentikan aktivitas pertambangannya sebelum adanya hasil investigasi dari pihak terkait,” desaknya.
Sementara disisi lain, Wasekjen Eksternal PB HMI, Safrudin Taher, mendesak agar izin pertambangan di kawasan Desa Sagea, Kabupaten Halmahera Tengah segera dicabut
Pasalnya, aktivitas sejumlah perusahaan tambang yang beroperasi di Halmahera Tengah ini menghasilkan daya rusak akut terhadap lingkungan yang notabene merugikan masyarakat sekitar di area pertambangan, terutama yang bermukim di Desa Sagea.
Menurutnya, Desa Sagea berada tepat di bantaran sungai Sagea dengan jumlah penduduk sebanyak 1.317 jiwa.
Sungai Sagea dengan panjang 7.476 kilometer dan menjadi jalur menuju objek wisata Gua Boki Maruru itu kondisi airnya berubah warna menjadi keruh akibat tercemar sedimentasi yang diduga kuat berasal dari aktivitas sejumlah pertambangan tersebut.
Menurutnya, pencemaran air sungai tersebut sangat merugikan warga Desa Sagea karena sungai Sagea merupakan sumber penting dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan, aktivitas pertambangan di area tersebut lebih cenderung membawa mudarat bagi warga Desa Sagea. Selain itu, pencemaran air sungai di Sagea mengisyaratkan adanya masalah, baik dalam pembuatan maupun pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.
Discussion about this post