JAKARTA,MS — Kepengurusan Partai Perindo besutan Hary Tanoe dinilai mengalami turbulensi. Hal ini karena muncul gejolak internal yang mengoreksi gaya kepimpinan bos MNC tersebut yang dianggap otoriter dan sangat sentralistik.
“Kepemimpinan Hary Tanoe, sangat personal dan otoriter sehingga perlu di koreksi agar Perindo menjadi parpol yang bukan hanya sebagai alat politik kepentingan pribadi,” kata mantan Ketua DPW Maluku Utara Mukti Baba dalam konfrensi persnya di Jakarta. Sabtu, (27/7/2024)
Dikatakan, Mukti Baba yang dipecat Hary Tanoe, mengajukan Pendaftaran Permohonan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) DKI Jakarta terhadap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam hal pembatalan atas terbitnya SK Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No, M.HH-03. Ah.11.02 Tahun 2024 Tentang Pengesahan Perubahan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Perindo periode 2022-2027.
Perihal tersebut sehubungan dengan pemberhentian dan atau pemecatan secara semena-mena terhadap Dirinya selaku Ketua DPW Partai Perindo Provinsi Maluku Utara melalui SK DPP No 3920-SK/DPP-Partai Perindo/V/2024 yang di tanda tangani oleh Ketua Umum Hary Tanoe Soedibdjo dan Sekretaris Jenderal Ahmad Rofiq tanggal 29 Mei 2024
“Maka pada hari ini, tanggal 26 tahun 2024 kami bersama Tim Advokat dari Kantor Law Firm Lukmanul Hakim & Partners telah mendaftarkan permohonan gugatan terhadap Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) DKI Jakarta dengan nomor registrasi perkara No 259/G/2024/PTUN JKT,” terangnya” Terangnya
Mukti menjelaskan, subtansi permohonan gugatan tersebut, berkaitan dengan dugaan bahwa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik tidak cermat (jika tidak menyebut ceroboh), dimana dalam menerbitkan surat keputusan tentang pengesahan perubahan pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Perindo khusunya Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-03.AH.11.02 Tahun 2024.
“Ketidakcermatan Menteri Hukum dan HAM RI dalam mengesahkan perubahan demi perubahan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Perindo, menurut kami setidaknya sudah di mulai dari sejak berakhirnya pemilu tahun 2019 antara lain perubahan tahun 2021, perubahan tahun 2022 dan perubahan tahun 2024 ini” Ujarnya
“Sehingga, Pengesahan perubahan pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Perindo khusunya tahun 2024 ini tentunya sangat merugikan kami sebagai kader partai Perindo” Sambungnya
Menurutnya, Hary Tanoe Soedibdjo sebagai Ketua Umum Partai Perindo seharusnya sudah berakhir masa jabatannya pada bulan Juli tahun 2019.
Lanjut Mukti, hal tersebut karena masa jabatan pengurus DPP Partai Perindo adalah 5 tahun di hitung dari bulan Juli Tahun 2014 sejak AD-ART pertama di sahkan, tetapi setelah berakhirnya masa Kepengurusan 5 Tahun itu Hary Tanoe Soedibdjo selaku Ketua Umum tidak kunjung melaksanakan Kongres untuk memilih Ketua Umum yang baru sebagaimana amanat AD-ART sampai saat ini.
“Alih-alih melaksanakan Kongres sebagai Forum Permusyawaratan Tertinggi Partai yang dilaksanakan setiap lima tahun, Hary Tanoe Soedibdjo justeru melakukan perubahan demi perubahan terhadap AD-ART Partai dimana salah salah satu perubahan yang paling fundamental adalah merubah pasal yang mengatur tentang kongres untuk memilih Ketua Umum menjadi kongres untuk memilih anggota luar biasa Majelis Persatuan Partai (MPP) yang di pimpinnya sendiri, “katanya
Seharusnya, lanjut Dia, ketika periode pertama kepengurusan tahun 2014-2019 berakhir, maka DPP wajib menyelenggarakan kongres dan Ketua umum terpilih hasil kongres yang pertama itulah yang di daftarkan oleh Majelis Persatuan Partai ke Menteri Hukum dan HAM untuk mendapatkan pengesahan.
“Namun yang terjadi sebaliknya Kongres pertama tidak di laksanakan tapi MPP justru mengesahkan struktur baru dengan terlebih dahulu merubah AD-ART. Meniadakan kongres untuk memilih ketua umum sebagaimana semangat awal berdirinya partai Perindo adalah perilaku anti demokrasi dan bentuk penjegalan terhadap hak demokrasi anggota yang merupakan pemegang kedaulatan tertinggi di Partai Perindo” Tukasnya
Untuk itu, berdasarkan beberapa alasan di atas maka pihaknya melakukan gugatan ke pengadilan Tata Usaha Negara dengan tuntutan agar SK Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No, M.HH-03. Ah.11.02 Tahun 2024 Tentang Pengesahan Perubahan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Perindo periode tahun 2022- 2027 di cabut.
Mukti menambahkan, bahwa sebelum gugatan ini di daftarkan ke pengadilan tata usaha Negara, pihaknya juga mengirimkan notifikasi ke Kementerian Hukum dan HAM agar mencabut SK dimaksud. Demikian halnya notifikasi kami kirimkan ke Dewan Pimpinan Pusat Partai Perindo agar mencabut SK DPP No 3920-SK/DPP-Partai Perindo/V/2024 (Iki)
Discussion about this post