TERNATE,Mediasemut.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Ternate melaksana kan Survey Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan kelembagaan. Seminar tersebut berlangsung di Meeting Room Lt.3 Hotel Muara Kota Ternate.
Bawaslu menyelenggaran seminar survey kepuasan masyarakat (reformasi birokrasi) untuk dapat masukan, saran dan kritik dari 30 peserta dalam rangka perbaikan survey maupun penanganan pelang garan tindak pidana Pemilu 2024.
Survey kepuasan masyarakat ini, Sulfi Majid mengatakan, divisi hukum butuh pandangan- pandangan dari peserta terkait layanan hukum. Misalnya di Pemilu 2019 dan Pilkada 2020 sejauh mana tingkat pelayanan hukum divisi hukum terhadap masyarakat.
“Bagaimana orang datang melapor, bagaimana orang memberikan informasi berkaitan dengan dugaan pelanggaran, sejauhmana tindak lanjutnya. Maksimal atau tidak, kami butuh pandangan-pandangan baik dari peserta,” kata Kordiv. Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Ternate itu, Sabtu (24/12/2022).
Sulfi pertegas satu yang harus diingat bahwa, proses penyeleng- garaan pemilu di tahun 2024 tersebut masih tunduk dan taat terhadap ketentuan peraturan perundang-perundang yang diatur di dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum meski saat ini UU itu telah direvisi.
“Tetapi banyak norma yang belum dihilangkan. Hanya memperhatikan beberapa ketentuan yang belum diatur dalam UU tersebut yang lebih mengarah kepada ada beberapa di wilayah Papua, dimana wilayah yang baru dimekarkan. Itu yang diatur dalam Perpu tersebut,” paparnya.
Itu artinya bahwa teknis pemilu ma- sih melekat dengan menggunakan
UU Nomor 7 tahun 2017, karena tidak dicopot secara keseluruhan. UU tersebut dari berbagai norma yang diatur berkaitan dengan teknis penyelenggaraan pemilu.
Proses penyelenggaraan Pemilu 2024, menurut Sulfi, tantangan- tantangan yang dihadapi khusus nya di divisi hukum harus diakuip bahwa dari aspek regulasi menjadi tantangan tersendiri. Misalnya dalam penegakan hukum pemilu.
“Tentu ada kelemahan-kelemahan dalam UU nomor 7 tahun 2017 tersebut. Kalau kita lihat pasal 287 terkaitan dengan kampanye dan pasal lain yang terkait dengan tindak pidana. Bagaimana pihak- pihak lain yang tidak diatur dalam pasal itu,” lanjutnya.
Tindak pidana Pemilu secara ansi di dalam ketentuan UU Nomor 7 tahun 2017 tidak diatur juga yang berhubungan dengan pelanggaran pemilu yang dikategorikan kejahatan dan kategori pelanggaran itu yang bagaimana. Itu juga tidak diatur dalam UU tersebut.
Artinya masih tunduk terhadap KUHP. Kalau KUHP menjelaskan secara detail. Kejahatan dimana, pelanggaran dimana. UU nomor 7 tahun 2917 secara kekhususan itu tidak diatur secara terang dalam kaitan dengan hal tersebut.
Soal pembuktian, menurut Sulfi, UU Pemilu tak mengurai secara jelas bagaimana ukuran pembuktian suatu pelanggaran yang akan dilakukan, sehingga berkaitan dengan tindak pidana pemilu, standarnya seperti apa itu juga tidak diatur. Karena tidak diatur maka KUHP melekat.
“Dalam upaya memeriksa, mengadi li dan memutuskan perkara tindak pidana pemilu di Pengadilan, kalau lain dan tidak diatur dalam UU Nomor 7, maka Pengadilan masih tunduk terhadap KUHP. “Itu standar- standar normatif dalam hubungan dengan tindak pidana pemilu,” ungkapnya. (dbs)
Reporter : darwis ubrusun
Editor : aws
Discussion about this post