Oleh : Haerudin Muhammad
(Teknisi Pendingin Ruangan)
BUDAYA meniru sebagian orang terbawah hingga dewasa, sehingga hal-hal yang sifatnya pengetahuan sekalipun abai untuk mencari tahu kebenarannya. Anehnya, hal seperti ini dipelihara dan dipupuk, pada akhirnya menjadi subur lalu menjalar dan semakin kuat akarnya. Saya sering mendengar mahasiswa berorasi pada saat merespon isu-isu besar, dengan lantang berteriak diatas mobil komando. “Jangan bertindak anarkis, masa aksi tolong tertib.” dengan maksud memberi aba-aba kepada kawan-kawannya agar aksi tersebut tidak berakhir ricuh.
Kata Anarkis diplesetkan dengan hal-hal yang sifatnya kejam, brutal, ketidakteraturan, tukang buat onar, aksi liar dan sejenisnya. Sejatinya mengalamatkan kata anarkis seperti demikian, itu salah besar. Sebagai kaum sekolahan harusnya tidak berhenti pada mendengar lalu menirunya saja tetapi harus mencari tahu arti dan garis sejarahnya. Jika mengetik kata kunci anarkis pada googletersaji hanya beberapa penjelasan yang menurut saya sudah menerangkan apa itu anarkis.
Meskipun terbatasnya literasi tentang anarkisdi Negara kita, namun tidak menjadi alasan untuk menghakimi sesuatu yang belum kita tahu asal usulnya. Jangan kemudian menjadi kaum sekolahan yangsuka meniru-niru. Perbuatan tidak faedah ini tidak berhenti di atas mobil komanda saja, bisa ditemui pada dialog atau diskusi sampai dijadikan candaan oleh mereka yang mengaku masyarakat intelektual. Media online maupun cetak juga ikut membenarkan bahwa anarkis bukan hal baik, sekali-kali headline dan dijadikan judul besar pada halaman pertama di koran-koran ternama lalu didukung dengan leed dan kutipan pernyataan pejabat dan aparat Negara.
Menurut Sean M. Sheehan yang menulis buku Anarkisme Perjalanan Sebuah Gerakan Perlawanan (2007),kata “anarki” berasala dari bahasa Yunani kuno avapxos (huruf v dilafalkan n dan p dilafalkan r), yang tersusun av (‘tidak’) dan apxos (‘pemimpin’ atau ‘ketua’). Sehinggaanarkisme berarti tidak adanya pemimpin, tidak adanya pemerintahan. Etimologi kata ini menandai halyang khas dari anarkisme: penolakan terhadap kebutuhan akan otoritas tersentral atau Negara tunggal, satu-satunya bentuk pemerintahan yang kita kenal sampai saat ini.
Lanjut, Sean M. Sheehan, anarkisme justru menitikberatkan agar rakyat mengemban tanggung jawab atas kerja mereka keseharian, dan menjawab tantangan mengenai cara mengembangkan bentuk-bentuk pemerintahan demokratis partisipatif bagi masyarakat modern yang kompleks ini.
Bagi anarkisme, sentralisme kepemimpian merupakan hal kekonyolan, karena menitipkan aspirasi kepada lembaga penyambung suara rakyat, berari kita sudah secara terang-terangan mengadaikan nasib kepada lembaga tersebut. Padahal,dasarnya mereka adalah individu-individu dibeking oleh partai borjuasi yang memiliki kepentingan masing-masing.
Para pendahulu anarkisme dari berbagai aliran memiliki satu komitmen bahwa bukan mereka tidak percaya dengan pemerintahan tapi mereka persoalkan adalah sifat pemerintahan serta kesalahan besar bila menilai kaum anarkis menentang organisasi partai. Kaum anarkis memepersoalkan hierarkis yang melekat pada pemerintahan dan partai yang kemudian membuat sekat interaksi, mereka lebih mendorong adanya demokrasi langsung tanpa perantara atau non-hierarkis.
Seorang pakar ekonomi dan pertama kali menyebut dirinya seorang anarkis sebagai filsafat politik ialah Pierre-Joseph Proudhon. Dia percaya bahwa untuk membuat suatu perubahan besar tidak harus memerluhkan pemimpinan, gerakan perubahan digerakan oleh semua komponen yang terlibat didalamnya dan saling terhubung satu sama lain. Jadi bukan menunggu digerakan seorang saja.
“Sebuah revolusi social…tidak berlangsung atas perintah seorang tokoh dengan teori yang sudah jadi, atau sabda seorang nabi. Revolusi organik yang sesungguhnya adalah buah dari kehidupan universal, dan meskipun revolusi ini punya para pewarta dan pelakunya sendiri, ia bukanlah kerja dari satu orang saja”.
Prodak kebudayan juga mendominasi terbentuknya konstruksi berpikirkhalayak luas terhadap anarkisme. Novel dan film yang kemudian dibikin dengan maksud ideologi dan politik tertentu, misalnya novel Joseph Conrad The Secret Agen (1970) cerita fiktif komunitas kaum anarkis London. diperankan oleh Karl Yundt yang berpenampilam berantakan dan hidup tanpa tujuan pasti. Tokoh lainnya seorang Profesor kemana-mana membawa bom dalam sakunya.
Pada awal abad ke-20, film The Siege of Sidney Street(1960) disutradarai Robert Baker dan film TrillerClaude Cobral pada pertengahan 1970. Dalam cerita novel dan film yang diproduksi menggambarkan pembunuhan, teror bahkan ketidakjelasan hidup adalah seorang anarkis. Palabelan stereotip anarkisme dengan dorongan destruktif yang irrasonal, mencipatkan ketakutan berlebihan dengan menyebarluaskan konotasi buruk terhadap anarksime.
Sehingga tidak heran jika anarkisme menjadi sasaran kekerasan bahasa demi membenarkan suatu peristiwa. Peperangan ideologi adalah sesuatu yang lumrah selagi berdiri pada ruang pengetahaun, masalahnya keberlangsungan ini dipicu oleh obsesi penguasan atas manusia lainnya.
Padahal untuk menjadi pembunuh, tukang kacau, bikin bom dan menyebar torer tidak harus menjadi seorang anarkis. Hal tersebut berlaku pada siapa saja untuk melakukannya. Tidak harus menguras tenaga dan energi untuk belajar tentang anarkisme. Dan, pada prinsipnya anarkisme menghendaki suatu tatanan sosial baru yang mengidealkan sosialis libertarian.
Kaum anarkis mengecam keras dengan format Negara otoritas tersentral, hirarkis dan dipaksakan. Karena tipe Negara yang dimaksud akan menghambat, mengontrol serta mengekang daya kretaif munculnya produktiftas manusia.
Tulisan pendek ini hanya sebuah upaya untuk menemalisir kekuatan terorganisir dan konotasi buruk pada anarkisme yang semakin subur dan massif baik lisan dan tulisan dilatarbelakangi oleh aktivitas idelogi dan politik tertentu. Selamat membaca! (*)
Discussion about this post