Ternate,MS.com – Sudah sepantasnya perguruan tinggi menjadi tempat yang aman, kondusif, dan nyaman bagi mahasiswa. Apalagi, kasus kekerasan seksual di kampus semakin pelik jika dikaitkan dengan adanya relasi kuasa yang tidak seimbang antara pelaku dan korban, seperti dosen dengan mahasiswa.
“Karena itu, Kolaborasi antara pemerintah dan seluruh elemen masyarakat dalam hal ini tentu sangat diharapkan untuk menjadikan perguruan tinggi sebagai tempat membumikan, memerdekakan, membangun peradaban dan mendorong kemajuan demi meraih Indonesia maju yang dicita-citakan dapat terwujud,” jelasnya.
Hal ini disampaikan Sekretaris Daerah Maluku Utara yang diwakili Asisten II Bidang Prekonomian dan Administrasi Pembangunan, Sri Haryanti Hatari saat membuka dialog dengan tema “Cegah Kekerasan Terhadap Perempuan di Kampus”, yang dilaksanakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Maluku Utara di Universitas Muhammad Ternate, Rabu (18/11).
Menurutnya, fenomena kekerasan seksual yang terjadi di dalam ranah pendidikan khususnya jenjang perguruan tinggi sangat meresahkan beberapa tahun terakhir, Kekerasan seksual yang terjadi merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, juga merampas hak perempuan untuk bebas dari perlakuan diskriminatif yang mana seharusnya perempuan mendapatkan hak untuk dilindungi.
“Kondisi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia memang sudah sangat genting, sehingga bukan hanya pemerintah tapi seluruh pihak termasuk perempuan itu sendiri harus bisa bersuara untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan,” ajaknya.
Inilah mengapa semua orang khususnya mahasiswa harus paham betul pengertian kekerasan seksual. Sebab saat ini masih banyak korban yang enggan melaporkan kasus kekerasan yang dialami, oleh karena itu, perlu ada kebijakan dan mekanisme penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Dewasa ini, kekerasan seksual menjadi perbincangan yang serius di khalayak ramai, terutama kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Kekerasan seksual dapat diartikan sebagai suatu hubungan seksualitas yang dilakukan secara memaksa dan menimbulkan penderitaan secara psikologis, fisik, dan materi terhadap korbannya.
“Kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran hak asasi manusia, pelanggaran norma sosial dan kemanusiaan,” tegasnya.
Perempuan sampai dengan sekarang masih sering mengalami berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi dalam lingkup sosial dan budaya, baik yang terjadi di lingkungan rumah tangga maupun di luar rumah tangga, dan hal ini telah berlangsung sepanjang sejarah kehidupan manusia.
Dikatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan yang di publikasi media bak sebuah piramid yang kecil puncaknya tetapi besar dibagian dasarnya. Kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk perbuatan yang bertentangan dengan sendi sendi kemanusiaan.
Itulah sebabnya, perbuatan kekerasan terhadap perempuan merupakan sebuah perbuatan yang melanggar HAM sehingga dibutuhkan suatu instrumen hukum nasional yang kuat untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia secepatnya.
“Saya berharap para peserta dapat memanfaatkan momen ini dengan sebaik-baiknya untuk berperan dalam upaya mensosialisasikan sekaligus memberikan pemahaman tentang pencegahan kekerasan pada perempuan, khususnya pencegahan kekerasan di lingkungan kampus,” pungkasnya.
Untuk diketahui, kegiatan ini melibatkan beberapa narasumber dari Diskrimum Polda Malut, PSW Umum Ternate, HIMPSY, Talas Center dan dihadiri para Mahasiswa.(adi)
Reporter : Supriadi Tiakoly
Editor : Adnan Ways
Discussion about this post