TERNATE,Mediasemut.com – Sampai saat ini kaum perempuan masih dinomorduakan dalam aktivitas masyarakat kita. Hal itulah, yang kemudian membuat perempuan rentan menjadi korban kekerasan fisik maupun psikis.
Olehnya itu, perlu adanya gerakan kolektif yang dibangun tanpa ada sekat gender, agar sama-sama pula membuka penyumbat sistem kekuasan yang dianut selama ini.
Dosen Psikologi Muhammadiyah Maluku Utara, Siti Munadiyah menjelaskan, kita tidak bisa berbicara mengenai perebutan ruang publik apabila masih memiliki paradigma bahwa perempuan itu identik dengan hal-hal yang berbau mistik.
Sebagai perempuan untuk mengambil ruang publik itu tidak gampang, butuh perjuangan yang kuat. Kaum perempuan dikelilingi dominasi oleh kuasa yang patriarkinya sangat kuat.
Siti mengatakan, dalam masyarakat yang patriarkinya kuat, gender menjadi variabel yang signifikan untuk membuat perempuan itu merasa inferior.
BACA JUGA : Warga Penerima BLT Keluhkan Bantuan Yang Tidak Jujur
“Faktor budaya itu berpengaruh terhadap bagaimana kita memandang perempuan, misalnya perempuan harus begini dan begitu. Banyak batasan-batasan, yang artinya potensi diri perempuan tidak boleh terkungkung,” kata Siti, yang juga sebagai ketua prodi psikologi Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), Jumat (6/1/23).
Bukan jamannya lagi perempuan itu hanya mengurus persoalan domestik saja. Makanya, banyak perempuan mengalami gangguan psikologi karena tekanan-tekanan sosial yang tidak bisa dia ungkapkan kepada masyarakat.
Tuntutan masyarakat itu sangat kuat sekali, bahwa perempuan harus sempurna. Ada mitos kesempurnaan yang melekat terhadap perempuan, tanpa disadari budaya kita itu membentuk perempuan yang naif. Ada.
“Perempuan yang polos atau naif itu menarik menurut mereka (masyarakat patriarki). Jadi kita harus berani mematahkan cara pikir yang mendiskriminasi perempuan,” ucapnya. (ham)
Reporter : Ham
Editor : aws
Discussion about this post