TERNATE,Mediasemut.com – Kesentakan pemilu legilislatif dan Pilkada pada 2024 nanti menjadi tugas berat bagi pihak keamanan. Hal itu, karena pencoblosannya hanya berbeda 8 bulan dalam satu tahun.
Kehawatiran publik adalah terjadi ricuh, sebab pemilu legislatif diadakan di 10 kabupaten/kota di Maluku Utara. Maka, konsentrasi pasukan keamanan akan terfokus pada masing-masing Polres.
Hal demikian membuat Mantan Ketua Bawaslu Maluku Utara, Muksin Amrin angkat bicara, dia mengatakan, keserentakan pemilu baru terjadi kali ini sejak 1955 sampai 2022. Yakni, pemilu legislatif dan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah).
Biasanya berdasarkan AMJ (Akhir Masa Jabatan), sekarang negara mencoba memperkecil kesibukkan publik dengan mendesain keserentakan pada 2024.
Keserentakan ini juga diatur dalam dua normatif yang berbeda antara UU 07 dan 10. Apakah hal ini berhasil atau tidak, nanti kita akan lihat. KPU dan Bawaslu bisakah menyelenggarakan pemilu keserentakan yang saya kira ini tidak muda. Menyatukan dua rezim pemilu yang cukup fenomenal di satu tahun.
Di keputusan KPU itu pemilu tanggal 14 Januari dan Pilkada 27 November. Hanya rens waktu kira-kira kurang lebih 8 bulan.
“Ditengah tahapan itu ada himpitan. Apakah ada benturan tahapan atau tidak? Setelah saya membaca pra kondisi tahapan yang disusun oleh KPU memang tidak ada, yang ada hanya himpitan,” katanya, Selasa (03/01).
Bayangkan, setelah coblos Januari, nanti orang-orang yang maju pada pilkada akan membawa kursi dari hasil Januari. Bagaimana cara agar tidak ada problem? Salah satunya adalah problem tahapan itu harus diselesaikan secara kontinyu.
“Setiap tahapan itu harus diselesaikan sehingga tidak saling benturan. Kalau tidak diselesaikan maka akan terus dan terus menjadi problem dan akan berbahaya pada tahapan pilkada, itulah yang disebut dengan himpitan tahapan,” ungkap Muksin, yang juga menjabat Ketua Bawaslu Malut 2017-2022.
Selain itu, isu kerawanan, yakni aspek keamanan, SDM penyelenggara pemilu serta pemangku kepentingan. Dulu Pilkada yang tidak serentak saja aparat keamanan itu repot mengamankan Pilkada Maluku Utara.
“Hanya pilkada Halmahera Selatan dan Halmahera Barat saja, Polda meminta BKO (Bawah Kendali Operasi) dari Manado. Sekarang ini pilkada sama-sama, 10 kabupaten/kita bikin pilkada. Berarti tugas Polres itu masing-masing, Kapolda tidak akan mungkin minta BKO dari Manado karena di sana juga pilkada,” tandasnya.
“Polda tidak akan mungkin mengirim pasukannya kemana-mana karena Polda juga akan menghadapi pemilihan Gubenur. Ini problem besar, baik kalau tidak ricuh. Apalagi Maluku Utara ini kan kalah saja kiamat,” pungkasnya. (ham)
Reporter : Ham
Editor : aws
Discussion about this post