TERNATE,Mediasemut.com — Masa depan ekonomi Indonesia ada di Maluku Utara. Demikian penilaian Ekonom Josua Pardede dalam acara diskusi bertajuk “Ngobrol Asyik di Ternate”, Senin (10/04). “Pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada tahun 2022 sebesar 23,4 persen adalah yang tertinggi di Indonesia dan menurut data itu didorong oleh industri hilirisasi nikel,” kata Josua.
“Maluku Utara memiliki cadangan nikel yang bisa diolah menjadi bahan baku baterai mobil listrik untuk 73 tahun ke depan. Karena itu wilayah ini bisa menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional dan menjadi rantai terpenting dalam industri otomotif berbasis listrik dunia,” terang Joshua.
Data menunjukkan sebanyak 99,76% cadangan nikel Indonesia tersebar di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua atau disebut Sulampua. Sampai dengan tahun 2021, kata Josua total cadangan nikel Sulampua mencapai 4,6 miliar ton. Dari sisi produksi, pada tahun 2021 produksi nikel Indonesia mencapai 1 juta ton atau tertinggi di dunia.
“Permintaan olahan nikel global diperkirakan mencapai 3,2 juta ton di tahun 2024, didorong oleh upaya pengurangan emisi melalui transisi energi yang lebih ramah lingkungan,” kata Josua. Sejalan dengan hal tersebut, lanjutnya produksi pertambangan nikel dunia diprakirakan mencapai 3,4 juta ton di tahun 2024.
Adapun industri pengolahan nikel Indonesia diperkirakan menyumbang 1,4 juta ton lebih dari 40% produksi global.
Sepanjang periode 2017 s.d. Triwulan I 2022, kontribusi Sulampua terhadap PMA Logam Dasar dan Barang Logam mencapai 80,8 persen atau US$ 22,1 miliar. Dari sisi PMDN, kontribusi Sulampua terhadap nasional mencapai 15,4% atau Rp 9,4 triliun.
Sejalan dengan investasi yang dilakukan, industri pengolahan Maluku Utara tumbuh signifikan. Struktur ekonomi pun berubah dari sebelumnya didominasi oleh Pertanian dan Pertambangan menjadi industri pengolahan yang mengolah hasil tambang bijih mineral. Peralihan dari sektor pertanian ke sektor industri pengolahan juga terlihat dari proporsi tenaga kerja sektor industri pengolahan yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
“Peralihan tenaga kerja yang menghasilkan output yang lebih tinggi mendorong produktivitas tenaga kerja serta jumlah pekerja di Malut,” kata Josua.
Namun pertumbuhan ekonomi yang salah satunya didorong oleh industri hilirisasi nikel ini tidak bisa dilepaskan dari komitmen operasional tambang dan hilirisasi yang berkelanjutan dengan berperan aktif dalam perlindungan lingkungan. Hal ini pun tidak luput dari perhatian Harita Nickel sebagai korporasi hilirisasi nikel di Maluku Utara yang terus berusaha menyeimbangkan kegiatan operasional berkelanjutan dan komitmen penuh dalam pengelolaan lingkungan.
Hal ini dibuktikan dengan kesimpulan yang disampaikan mantan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate, Dr. M Janib Achmad dalam acara diskusi tersebut, bahwa berdasarkan hasil penelitian Fish Basket yang dilaksanakan pada tahun 2022, lingkungan perairan laut di Maluku Utara adalah perairan yang subur dan kaya dengan nutrien.
Hal ini karena perairan Maluku Utara mendapat limpahan nutrien dari arus dingin yang berasal dari Pulau Morotai dan arus panas yang berasal dari kepala burung Papua. Maka ikan pelagis kecil dan besar banyak ditangkap di perairan ini.
“Kondisi ini sama dengan perairan di Halmahera Selatan, termasuk Pulau Obi, khususnya perairan Kawasi dan Soligi, yang merupakan perairan dekat lokasi tambang Harita Nickel. Kondisi perairannya juga masih termasuk subur. Indikatornya adalah tingginya kandungan Klorofil-a yang mengidikasikan keberadaan phitoplankton dan zooplankton sebagai pendukung produktivitas primer, yang akhirnya mempengaruhi keberadaan organisme perairan seperti berkumpulnya ikan-ikan pelagis sebagai suatu rantai makanan,” jelas Janib.
Hal ini didukung oleh parameter oseanogarfi seperti suhu permukaan air laut yang optimal, salinitas dan particular organik karbon, sehingga perairan tersebut tergolong dalam kategori perairan yang produktif.
Ditambahkan oleh Janib, “Tingkat kesuburan ini dapat dibuktikan dengan jarak daerah tangkapan atau fishing ground oleh nelayan-nelayan Soligi dan Kawasi yang hanya sekitar 3 – 4 mil.” Hasil penelitian menunjukan bahwa tangkapan nelayan Soligi maupun Kawasi dapat memenuhi permintaan dari Perusahan walaupun tidak pada musim puncak.
Sayangnya pada musim puncak, hasil tangkapan nelayan melimpah sehingga dijual dengan harga yang relatif murah baik pada perusahan maupun pasar lokal. Ini terjadi karena nelayan tidak memiliki sarana pendukung seperti gudang pendingin atau cool storage untuk mempertahankan mutu ikan.
Direktur HSE (Health, Safety & Environment) PT Trimegah Bangun Persada Tbk (PT TBP), Tonny H. Gultom menyatakan bahwa PT TBP melibatkan akademisi independen untuk turut mendukung kajian PT TBP dalam menjaga perairan di sekitar Pulau Obi, termasuk biota di dalamnya. “Didukung dengan tim khusus pemantau laut, kami secara rutin melakukan pemantauan di laut sekitar wilayah operasional, termasuk dengan memanfaatkan alat ROV (Remotely Operated Vehicle) yakni kamera bawah laut yang mampu bergerak hingga kedalaman 300 meter di bawah permukaan laut,” terang Tonny.
Alat ini bermanfaat dalam perawatan dan pengamatan kondisi bangunan bawah air, seperti pilar dermaga, pipa, serta pemantauan lingkungan bawah laut dan keanekaragaman hayatinya.
Sementara itu Josua menambahkan bahwa di Maluku Utara, Harita Nickel berhasil melakukan hilirisasi nikel dengan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leach) yang mampu memproduksi bahan baku untuk baterai mobil listrik. “Jadi industri ini harus didukung dan didorong. Ini bisa menjadi pusat perekonomian nasional, dan pertumbuhan ekonomi dari hilirisasi nikel berkontribusi mengurangi tingkat pengangguran di Maluku Utara yang prosentasenya lebih rendah dari rata-rata nasional,” tambah Josua.
Josua mengatakan hilirisasi nikel akan memberikan dampak ekonomi bagi warga lokal karena akan membuka peluang rantai pasok bagi industri. Pada gilirannya akan mendorong perbaikan kesejahteraan Maluku Utara. “Industri nikel ini dampak rambatannya terhadap sektor lain juga sangat banyak. tidak hanya membuka lapangan kerja, namun juga peluang usaha. Di tengah pandemi, jumlah orang bekerja di Maluku Utara terus meningkat. Kenapa? Karena adanya hilirisasi nikel,” ujar Josua.
Josua mengatakan bahwa kebijakan pemerintah dalam mendukung hilirasi nikel juga telah membuka peluang Indonesia untuk masuk sebagai penyedia pasokan pasar global. “Kalau tidak ada hilirisasi nikel, potensi yang sangat besar ini tidak ada yang melakukan. Kalau tidak ada pelarangan ekspor bijih nikel, kita hanya dikeruk saja. Sekarang, kita bisa berandai-andai, jika Tiongkok, Korea, Tesla, memakai teknologi dari Maluku Utara. Potensi Maluku Utara ini bisa terus berkembang, jadi rantai, jadi penyuplai, untuk industri mobil listrik global. Ini yang harus didukung bersama,” tutup Josua.***
Discussion about this post