TERNATE,Mediasemut.com – 2024 nanti akan dilaksanakan pemilu legislatif dan pemilihan kepada daerah. Realitasnya, pada momentum tersebut sering dimainkan politik identitas sebagai kendaraan menuju suatu tujuan tertentu.
Di Maluku Utara sendiri sudah bermunculan siapa-siapa saja yang maju di pemilihan dua rezim yang berbeda itu. Isu politik identitas sering kali menjadi isu yang muncul dalam pertarungan politik.
Akademisi Unkhair Ternate, Muhammad Tabrani Mutalib menuturnya, politik identitas adalah alat poltik sebuah kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau lainnya untuk tujuan tertentu. Misalnya, bentuk perlawanan untuk menunjukkan jadi diri suatu kelompok.
Kata lain, lanjut Tabrani, bahwa politik identitas itu sebagai kendaraan yang membawah aspirasi tuntutan kepentingan politik dan ideologi. Jadi dalam politik identitas sendiri dibutuhkan rakognisi (pengakuan).
“Kendaraannya disebut politik identitas,” kata Tabrani, beberapa waktu lalu dalam diskusi publik yang diselenggarakan Dati Institute dengan tajuk “Politik Identitas dan Kerawanan Pemilu” di Safirna Transito Hotel.
BACA JUGA : Puluhan Sumber Mata Air Baru Berpotensi Layak Konsumsi
Hanya saja dalam pelaksnaan maupun kajian-kajian literatur politik identitas kadang dimaknai dengan berbagai macam. Apa sehingga ada pro dan kontra mengenai politik identitas? Hal tersebut bersumber pada memaknai konsep dan menempatkan konteks.
“Politik identitas itu berkaitan dengan asal-usul, ras, geografis dan lainnya. Sehingga penting sekali memahami politik identitas sebagai suatu konsep yang tidak lepas dari konteksnya. Karena konteks yang menjadi acuan pemaknaan dan pemahaman suatu konsep, mengabaikan konteks dari konsep politik identitas sama saja melahirkan pemahaman baru yang keliru,” paparnya.
Kemudian karateristik dari politik identitas itu menstimulasi bahkan mengerakkan aksi-aksi untuk merangkai tujuan politik tertentu dan mengkapitalisasi ras, suku, bangsa, bahasa, adat genjer maupu agama sebagai mereknya.
Selain itu, kata Tabrani, politik identitas sendiri biasanya dimanfaatkan oleh kelompok minoritas maupun marginal dalam upaya melawan ketidakadilan atau ketimpangan mayoritas dalam sistem.
Dalam menyuarakan aspirasi kelompok yang mengusung politik identitas biasanya perbedaan berupa kesukuan dan agama ditujukkan secara eksplisit dan intensif.
“Politik identitas itu tidak lazim dimainkan olek kelompok mayoritas yang sebenarnya memiliki akses lebih dibandingkan kaum minoritas,” pungkasnya.
Jadi ada afirmatif aksen, mereka memerperjuangkan melalui sistem politik. Sering juga orang menganggap politik praktis merupakan politik identitas. Padahal, politik praktis belum tentu membawah politik identitas.
“Orang memilih berdasarkan etnisnya, itu tidak ada masalah. Dan sistem politik mengakui itu sebagai hak politik individu, preferensi politiknya apa? Agamanya samakah dan atau sukunya samakah itu tidak menjadi persoalan dalam politik praktis,” cetusnya. (ham)
Reporter : Ham
Editor : aws
Discussion about this post