TERNATE,MS — Praktisi hukum Maluku Utara Bahtiar Husni menyoroti sejumlah penanganan kasus dugaan korupsi yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara (Malut). Menurut Bahtiar, Kejati harus menyampaikan progres penanganan perkara korupsi yang sedang ditangani.
“Akhir tahun 2024 kemarin tidak sama sekali menyampaikan progres penanganan kasus korupsi yang ditangani Kejati,” jelas Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Malut, Rabu (8/1/2025).
Lebih lanjut kata Bahtiar, akhir tahun itu tentu Kejati bisa sampaikan capaian tindak pidana korupsi yang sedang ditangani namun itu tidak dilakukan.
Tentu ini terkesan kasus yang ditangani Kejati diam atau stagnan akibatnya berujung pada ketidakjelasan kasus korupsi yang sedang ditangani.
“Untuk itu kami minta Kejati agar bisa lakukan evaluasi kepada penyidik agar sampaikan program penanganan kasus kepada publik,” tegasnya.
Bahtiar juga akui dari sejumlah kasus yang ditangani seperti halnya kasus dugaan korupsi anggaran Makan minum (Mami) dan perjalanan dinas sekretariat Wakil Kepala Daerah (WKDH).
Kemudian, dugaan korupsi pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TTP) ASN dan non-ASN di Rumah Sakit Umum Daerah (RUSD) Chasan Boesoirie Ternate dan lainya belum saja ada kejelasan.
“Kalau kasus Mami dan WKDH itu alasan Kejati tunggu hasil audit tetapi sampai sekarang tidak jelas, begitu juga dengan kasus korupsi lain,” ucapnya.
Untuk itu Kejati Malut harus betul-betul melakukan evaluasi kepada penyidik sejauh mana kasus hingga terkesan jalan ditempat.
“Publik juga mengawal ini jadi Kejati harus terbuka dalam hal penanganan kasus korupsi yang ada,” tegasnya.
Sebelumnya, Herry Ahmad Pribadi, selaku Kajati Malut juga ikut bersikap dalam hal penanganan kasus korupsi di Kejaksaan Tinggi Malut.
Itu disampaikan Herry Ahmad Pribadi pasca memegang tongkat Kejati Malut dari tangan Budi Hartawan Panjaitan pada 13 Juni 2024.
Herry Ahmad mengaku siap menangani berbagai kasus Korupsi yang ditinggalkan pejabat sebelumnya seperti halnya kasus Mami dan kasus lainnya.
“Pada garis besarnya, saya selaku Kajati baru, akan meneruskan pekerjaan yang sudah dilakukan pejabat sebelumnya, “tegas Herry.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Malut, Richard Sinaga mengatakan, penanganan kasus di Kejati Malut pastinya tetap diproses.
Seperti halnya kasus Mami dan WKDH dimana kasus tersebut masih proses penyidikan.
“Masih penyidikan. Nanti kita sampaikan lagi,” singkatnya.
Disentil, apakah dalam waktu dekat bakal diumumkan tersangka, Richard menuturkan.
Penetapan tersangka nanti kita lihat ya dan bakal kita sampaikan,” pungkasnya.
Berikut Deretan Kasus Dugaan Korupsi Yang Ditangani Penyidik Kejati Malut:
1. Kasus dugaan korupsi anggaran Makan minum (Mami) dan perjalanan dinas sekretariat Wakil Kepala Daerah (WKDH).
Kasus tersebut melekat di sekretariat WKDH Maluku Utara tahun 2022 senilai Rp13,8 miliar.
Saat ini, kurang lebih 20 orang saksi sudah dimintai keterangan dan penyidik Kejati Malut juga sudah menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK-RI.
2. Kasus penggunaan dana pinjaman, Pemkab Halmahera Barat TA 2017 senilai Rp 159,5 miliar.
Di mana anggaran TA 2017 itu, bersumber dari pinjaman ke Bank Maluku-Maluku Utara.
Hingga saat ini, ada 10 orang diperiksa sebagai saksi oleh Tim Penyidik Pidsus.
Kasus tersebut saat ini telah resmi ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan.
Sekda Halmahera Barat, M Syahril Abd Radjak dan juga mantan Staf BPKD Halmahera Barat, Asri Syais ikut diperiksa dalam kasus ini.
3. Kasus dugaan korupsi pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TTP) ASN dan non-ASN di Rumah Sakit Umum Daerah (RUSD) Chasan Boesoirie Ternate.
Dalam menangani kasus ini, sudah 23 orang dimintai keterangan, termasuk mantan Direktur RSUD Chasan Boesoirie, dr. Samsul Bahri dan Wakil Direktur (Wadir) RSUD Chasan Boesoirie, Fatimah Abas.
Pemotongan TPP selama 15 bulan itu milik para dokter, perawat, ASN dan non ASN yang bertugas di Rumah Sakit milik Pemprov Maluku Utara dengan temuan, tunggakan capai Rp 200 M lebih yang sementara diaudit.
4. Kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Halmahera Selatan yang menelan anggaran sebesar Rp 109 miliar. Diketahui, proyek tersebut mulai dikerjakan pada tahun 2016 dan diperkirakan selesai 2021.
Untuk kasus dugaan, korupsi pembangunan Masjid Raya Halmahera Selatan. Kejati masih menunggu penghitungan kerugian negara, dari BPKP Maluku Utara.
Berdasarkan dokumen kontrak pekerjaan Masjid Raya Halmahera Selatan tahun 2016 dianggarkan kurang lebih sebesar Rp 50 miliar.
Tetapi, dalam perjalanan terjadi refocusing sehingga tersisa sebesar Rp. 29 miliar, begitu juga dianggarkan pada tahun 2017 dan 2018 masing masing sebesar Rp 29 miliar sekian yang dikerjakan oleh PT Bangun Utama Mandiri.
Pada tahun 2019 dikerjakan perusahan berbeda yaitu, CV Minanga Tiga Satu, dengan anggaran sebesar Rp. 9 miliar sekian. Sedangkan, tahun 2021 dikerjakan oleh PT Duta Karya Pratama Unggul yang nilai anggarannya sebesar Rp 11 miliar sekian. Sehingga, proyek pembangunan Masjid Raya memakan anggaran sebesar Rp 109 miliar lebih. Adapun, pekerjaan pembangunan Masjid Raya di Halmahera Selatan belum selesai dikerjakan sampai sekarang.
5. Kasus dugaan korupsi pengadaan dua kapal penangkap ikan (Billfish) milik Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku Utara.
Kedua kapal penangkap ikan itu yakni Billfish 01 dan Billfish 02 merupakan bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP RI. Diserahkan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku Utara pada 2017. Pengadaan Billfish 01 dan Billfish 02 itu awalnya untuk mendukung event Widi International Fishing Tournament di Halmahera Selatan pada 2017.
Namun dengan syarat ketika event selesai, dua kapal itu diserahkan kepada masyarakat yang tergabung dalam kelompok nelayan.Namun hingga event telah selesai, kedua kapal ini tidak diserahkan kepada kelompok nelayan.
Penyidik telah memeriksa sejumlah saksi terkait kasus pengadaan dua kapal penangkap ikan milik DKP Malut. Padahal proyek pengadaan dua kapal yang dikerjakan CV Mandiri Makmur itu bernilai kontrak Rp 5,9 miliar.
6. Kasus penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) 22 perusahaan di Maluku Utara.
Pada kasus ini Penyidik juga sudah memeriksa Kepala Dinas PMPTSP Maluku Utara, Bambang Hermawan dan 5 orang lainya. Hingga saat ini kasus tersebut belum juga ada kejelasan dari Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.
7. Kasus dugaan korupsi anggaran Covid-19 di Dinas Sosial (Dinsos), Maluku Utara. Penyelidikan kasus ini awalnya sesuai dengan nomor dan surat perintah (P-2) Print- 616/Q.2/Fd.2/06/2023. Berupa kegiatan pengadaan bantuan sosial untuk anak yatim piatu, lansia dan difabel serta program jaring pengaman sosial senilai Rp 1.784.401.000 pada tahun 2020.
8. Kasus dugaan korupsi penyalahgunaan pengelolaan penyertaan modal PT Alga Kastela Bahari Berkesan oleh Pemkot Ternate dengan nilai capai Rp 1,2 miliar.
9. Kasus dugaan korupsi belanja bahan sembako atas kegiatan penyaluran paket bantuan terkait COVID–19 di Biro Kesra Pemprov Malut tahun anggaran 2020 senilai Rp8,3 miliar.
10. Kasus dugaan korupsi pengelolaan dana penyertaan modal dari Pemkot Ternate ke Bank BPRS Bahari Berkesan tahun 2016 – 2019 senilai Rp 11 miliar.
11. Kasus dugaan korupsi pengadaan alat praktik dan peraga peserta didik SMKN 1 Pulau Morotai dan SMKN 4 Kota Ternate pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Malut 2022.
12. Kasus dugaan korupsi anggaran pelaksanaan STQ Nasional ke XXVI tahun 2021.
Agenda nasional yang digelar di Sofifi itu menelan anggaran sebesar Rp 46 miliar.
Dugaan yang mencuat ada indikasi korupsi sebesar Rp 20 miliar, melekat pada tujuh kegiatan Biro Umum Sekretariat Daerah Maluku Utara (ulis)
Discussion about this post