MEDIASEMUT.COM – Jika hidup ini adalah misteri dimana sudah diciptakan sedemikian rupa bahkan jauh jauh hari sebelum kita ada dengan detil tanpa cela dan rancangan super sempurna yang bahkan tak mampu dilampaui akal dan otak manusia yang digadang gadang telah berevolusi lebih cepat dari dari makhluk hidup lain. Aku menyebutnya dengan takdir, bukan hanya manusia bahkan sebuah partikel pun punya takdirnya sendiri. Takdir yang misterius, tak bisa diterka terka, tak sanggup dihitung hitung apalagi hanya ditebak.
Mungkin kaum atheis sedikit berbeda, mereka menggangap kelahiran, kematian dan segala apapun yang terjadi hanyalah kebetulan semata. Tak ada urusan dengan segala hal yang tak dapat dicerna dengan logika, seperti mereka menggangap dunia ini memang terjadi begitu saja. Mereka hanya bisa percaya pada apa yang bisa otak percaya urusan takdir, misteri ataupun penciptaan mungkin hanya diperuntukan untuk orang yang didadanya masih ada secuil iman. Dan misteri hidup yang telah dirancang jauh jauh hari itu tengah kujalani,. Aku belum menemukan alasan mengapa tersudut di kontrakan sumpek ini. Tidur berdesak desakan seperti kelelawar dengan cuaca yang selalu panas membuatku seperti dimasukan dalam panci yang mendidih.
Padahal baru beberapa bulan aku merantau ke kota yang dikata peradaban dengan cita cita setinggi langit jua semangat meletup di dada kutinggalkan kampung halaman hanya bermodal pesan para orangtua. Namun, kota tetaplah kota belas kasih bukanlah sifatnya. Aku menikmati hari seadanya, dari pagi sampai malam seakan akan mampu merontokkan bintang mimpi di langit yang kurangkai sejak dulu, menjatuhkan mimpiku sampai dititik nadir. Hingga akhirnya kini kutemukan diriku tersudut di kontrakan ini. Kontrakan Salemba dimana aku yang tinggal di lantai satu berdesak desakan harus pintar pintar mencari ruang sekedar untuk merebahkan tubuh. Entah kenapa, akhir akhir ini seperti ada yang selalu menggangu tidurku. Seperti kali ini, aku terbangun dan menatap sekeliling semua masih dalam terlelap, Dengan alasan untuk mencari udara segar aku menuju ke luar kontrakan. Satu satunya jalan menuju ke luar adalah melalui sebuah anak tangga yang terbuat dari besi tiap kali diinjak selalu berbunyi kreek begitupun dengaan Udara malam langsung menyambutku, bukan hanya polusi tapi juga keegoisan yang menyesakkan dada.
Lalu kubagikan pandanganku ke sekitar, Lampu lampu yang tak pernah mati, mobil mobil yang tak pernah berhenti dan masih banyak orang yang terjaga. Di simpang kota memang tak pernah tertidur. Tapi sejak disini pandanganku selalu tertarik pada rumah rumah orang berdasi tinggi menjulang nan mewah yang tepat di samping kontrakan ini. Menjadi semacam tempat perbandingan bagi kami anak anak kontrakan. Tiap malam kami sering mencuri lihat dari jendela yang terbuka bagaimana cara penghuninya mengisi perut. Semuanya rapi, elegan dan mewah. Sebotol wine dan berbagai makanan yang tak pernah mampir dimulut kami selalu tersaji di meja makan. Semuanya berkelas dan penuh etika tidak seperti kami yang lebih mirip serigala saat mengisi perut. Maka seperti kutemukan sebuah paradoks. Dan, kami bagai venus yang dingin yang selalu menatap iri pada bumi yang hangat hngga suatu ketika ada salah satu teman yang menyeletuk “Tuhan tidak adil ya?” Semuanya terdiam, entah karena setuju atau bingung, sementara aku berada dalam kelompok orang yang bingung bukan dalam masalah substansi pertanyaanya tapi dalam masalah Tuhannya. Namun aku bukanlah dalam golongan manusia yang tidak percaya pada keeksistensian Tuhan. Mental yang sejak dini dibentuk dengan agama seperti mengaji walau sering bolos, mengerjakan sholat walau lebih sering absen tetap membuatku percaya ada sesuatu yang mengatur segala kerumitan konstelasi konstelasi seluruh galaksi ini. Namun sampai sekarang aku belum menemukan intisari dari pertanyaan “Apa itu Tuhan?”
Banyak yang bilang “Jika kita menemukan cinta maka kita akan menemukan Tuhan”
Aku kembali berpikir, lalu apa itu Tuhan? apa itu cinta? Jadi saat kita menemukan salah satu maka kita akan mendapatkan keduanya sekaligus. Aku tidak berhenti berpikir. Apakah mungkin cinta dan Tuhan itu seperti mata koin? mereka bersifat tunggal, Satu sama lain tidak bisa dipisahkan. Mungkinkah mereka saling terikat dan mengikat? lalu seperti sebuah pepatah lama “satu jawaban akan memunculkan seribu pertanyaan” Pernyataan tentang cinta dan Tuhan apakah diperuntukan untuk semua golongan? termasuk kaum homoseksual ataupun lesbian? apakah saat mereka menemukan cinta versi mereka mungkinkah mereka juga telah menemukan Tuhan?
Aku menghela nafas benang ini makin mengusut ketika ruang pertanyaan ini sedikit dimasuki cahaya jawaban hanya membuat kabut gelap makin pekat. Semua semakin dimakan rumit, masalah Tuhan memang bukan masalah sederhana. Kita sedang membicarakan penggerak milyaran partikel di alam semesta ini otak manusia yang hanya seukuran batok kelapa itu mungkin masih butuh waktu panjang untuk menggapainya seperti halnya hati ini terasa makin berat ada sesuatu yang mengganjal disana.
Refleks aku menatap ke langit, mungkinkah dia bersemayam disana? Langit malam menatapku dengan angkuh puluhan bintang yang ia sebar sekenanya menjadi pelengkap kesombongannya Sepertinya ia tak ingin membagi tahu rahasia Tuhan yang sudah jutaan tahun disimpan rapat pada lembar lembar awannya. Entah mengapa? Jika berbicara tentang Tuhan aku meninggat salah satu teman SD ku didesa lalief ia sesosok non muslim yang mau belajar berbagai agama salah satunya agama yang dianut aku.
“Sobat, maaf sebelumnya. Menurut kamu Tuhan itu apa?” Tanyaku singkat lewat layar android.
“Ahh! apa yang bisa kubagikan padamu kawan” hatiku langsung tak tenang.
“Hubungan manusia dengan Tuhan itu sangat intim begitu banyak cinta, begitu banyak rahasia. Tak ada yang bisa kau berikan padanya selain rasa percaya. Keintiman itu bahkan melebihi hubungan Adam dan Hawa” Lanjutnya hingga aku terpana.
“Jika kau bertanya padaku tentang apa itu Tuhan? Tuhan itu apa yang bisa kau lihat, apa yang bisa kau dengar, apa yang bisa kau yakini dan apa yang bisa kau rasa. Sebenarnya Tuhan itu berjalan bersama kita, melihat apa yang kita lihat, mendengar apa yang kita dengar dan merasa apa yang kita rasa. Bahkan Tuhan itu lebih dekat daripada urat nadi. Tuhan itu mencakup segala sesuatu yang dapat terlihat maupun tidak. Apakah kau mengerti?”
Aku mengganguk perlahan saja walaupun kalimat kalimat penuh makna itu terlalu sesak untuk bisa masuk semuanya di kantong intelejensiaku yang terbatas.
“Tapi ingat kawan, penjelasan bukanlah seperti pengalaman. Aku bisa berkata apa saja tapi jika kau tidak pernah mengalaminya sendiri jangan pernah percaya! Aku menjawab pertanyaanmu sesuai pengalamanku” Sepertinya Dodi semakin liar dalam menjelaskan. Aku tahu pengalaman apa yang telah ia lewati untuk menemui hakikat Tuhan. Walaupun ia seorang nasrani aku sering melihat atau mendengar kabar dari teman yang lain. ia selalu menyelesuri berbagai agama untuk bertegur sapa dengan Tuhan, Dia bukan manusia yang menerima begitu saja apa yang sudah ditumpahkan ketika lahir. Dia lebih memilih tersesat daripada menerima keadaan begitu saja.
Ahk Aku makin tertarik dan penasaran.
“Jadi kamu percaya Tuhan itu ada?” tanya ku kembali
“Pertanyaan seperti itu hanya melecehkan keeksistensian Tuhan yang agung”
Ada sesuatu kekuatan misterius yang meletup meletup ketika Dodi bicara. Aku tak tahu itu apa.
“Maaf” sergahku langsung
“Tak mengapa kau bukan orang pertama yang bertanya seperti itu” Dodi menarik nafas sebentar mengumpulkan jutaan bintang gemintang makna yang tersimpan di kepalanya.
“Seperti yang kubilang, hubungan manusia dengan Tuhan itu sangat intim. Seperti aku. Kedekatan antar manusia dengan Tuhannya itu relatif, beda satu sama lain, Kau tidak bisa menyama ratakan intensitas kedekatan tiap manusia dengan Tuhannya harus sama dengan tiap manusia lainnya bentuk kedekatan itu, keintiman, percaya, cinta dan pengabdian yang diberi label berbeda beda tiap manusia tergantung bagaimana mereka mengintrepresentasikan dari intensitas itu adalah definisi agama bagiku”
Membaca pesannya kepalaku mendadak pening. “Dan juga agama adalah sebuah perjalanan bagiku saat kau lahir kau diberikan kaki untuk memulai perjalanan lalu karena perjalanannya masih jau kau menggunakan sepeda. Di tengah jalan ternyata ada sungai. Kau tidak mungkin melanjutkan perjalanan dengan sepeda kan? Akhirnya kau meletakan sepedamu untuk menggantinya dengan rakit atau perahu”
Aku sedikit paham maksud Dodi dia sebagai perjalanan hidup yang tak mungkin bisa dihindari.
“Jika suatu saat nanti kau telah sampai di tujuan, apakah mungkin kau melupakan mereka? Tidak kan? Mereka juga yang telah membantumu pelan pelan untuk sampai di tujuan menemukan hakikat hidupmu”
Aku merasa penjelasan Dodi benar benar mampu menenggelamkan apapun di sekelilingnya.
“Tapi ingat! Jangan pernah percaya kata kataku jika kau tidak mengalaminya sendiri” dibalik layar itu aku mengganguk angguk dengan cepat seperti burung beo. Dodi tetaplah dodi. Selain memiliki toleransi yang kuat dia adalah kawan yang langka dilahirkan seribu tahun sekali, Lepas dari itu semua dia tetap dodi yang menarik dalam segala hal terutama kepribadiannya. Dan kudengar kini dia telah berpindah agama budha Satu hal yang bisa kutarik kesimpulannya dari semua obrolanku dengannya.
“Apa itu cinta?” Imajinasiku kemudian bekerja seperti bintang yang harus kutangkap satu demi satu dengan cepat agar tidak ada makna yang terlewat lalu kumasukan dalam kantong intelejensia dan kenanganku. Namun pertanyaan tentang apa itu cinta dan Tuhan masih mengambang di kepalaku. Aku jadi teringat akan sesuatu yang banyak menjadi inspirasi dalam kehidupan tentang persahabatan bedah agama begitupun dengan cinta bedah agama Entah betapa banyak hati manusia yang nelangsa akibat sesuatu yang berbeda dalam agama, beda iman terlalu banyak pertentangan hanya untuk mempersatukan dua misi. Cintamu dan cintaku adalah sama namun Tuhanmu dan Tuhanku adalah beda. Kalimat itulah yang mengiris iris hati para pelaku satu sisi mereka tidak ingin meninggalkan Tuhan dalam sisi yang lain mereka juga tidak ingin meninggalkan cinta. Mereka tidak bisa mendapatkan keduanya sekaligus. Mereka harus memilih salah satu. Ditinggalkan Tuhan atau ditinggalkan cinta. Kedua pilihan bagai simalakama. Maka kenyataan ini berbanding terbalik dengan analogi Tuhan dan cinta itu seperti koin. Ternyata mereka beda, mereka tidak satu.
Masing masing. Kenyataan ini membuat lidahku terasa pahit ternyata cinta dan iman adalah beda rasa menganalogikakannya dengan suatu bentuk tunggal mungkinkah sebuah kesalahan? Ternyata benar dunia ini lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban. Satu jawaban hanya akan menarik berbagai benang gelap pertanyaan untuk muncul ke permukaan. Dunia bukan hanya diisi hitam dan putih tapi juga abu abu yaitu sisi dimana semuanya masih buram, tidak jelas, tidak pasti dan kompleks. Tuhan dan cinta sepertinya berdiri di sisi itu. Aku yang selalu dipenuhi penasaran mencoba sedikit bijak. Bahwa segala sesuatu tidak pernah diciptakan mubazir bukan hanya sisi putih tapi dunia tetap juga membutuhkan sisi hitam dan abu abu untuk menjaga kerasionalitasan manusia agar manusia tidak berhenti mencari karena kebenaran yang tunggal hanya milik nya agar manusia tidak hanya menjadi seonggok daging tanpa arti bukankah dengan memakan buah khuldi akhirnya Adam dan Hawa bisa membedakan mana baik dan buruk. Segala sesuatu saling bersangkut paut. Baik itu baik, buruk atau masih belum jelas. Segala sesuatunya memang diciptakan Tuhan begini adanya. Dengan segala kerumitannya, hitungannya dan tingkat kemisteriusan yang selalu dijaga oleh Tuhan agar manusia tahu betapa lemahnya mereka. Sehingga apapun yang manusia ubah, mereka capai dan mereka temukan tetap belum bisa menyingkap kabut milik cinta dan Tuhan. Hidup dan nasib memang fantastis dan sporadis. Menerima itu semua berarti kita juga menerima “ketidak jelasan” Tuhan. Menerima kenyataan cinta dan Tuhan adalah pertanyaan dengan pangkal tanpa ujung yang jelas.
Aku menghela nafas lagi, membiarkan beban hidupku ikut lepas, akhirnya aku mencoba larut dalam pasrah biarkan semua terjadi sesuai dengan kehendak Nya. Tak usah aku terburu buru menyingkap misteri hidupku. Perlahan suara adzan Subuh terdengar sayup sayup membelai sudut kota. Ternyata aku sudah melamun berjam jam untuk memikirkan arti cinta dan Tuhan. Dengan hasil kosong. Tapi entah kenapa aku merasa telah menemukan jawabannya. Jawaban itu hanya bisa dimengerti oleh hati dan logika tidak pernah bisa ikut campur, mataku menatap langit dan seakan juga sedang menatap mata nya. Hatiku berbisik lirih “Terima kasih Tuhan” Telah kuhabiskan sepotong malam untuk menemukan hakikat cinta dan Tuhan namun sepertinya waktu seumur hidup pun tidak akan cukup untuk menjabarkannya. Jadi kupersembahkan sepotong malam tadi untuk cinta dan Tuhan untuk mereka yang membuat hidup umat manusia jadi lebih berarti. Aku hanya bisa menarik sedikit benang kesimpulan. “Jikalau cinta dan Tuhan memang menjaga keeksistensian dan keindahanya yang agung dalam nur yang disebut misteri.”
Oleh : Burhanuddin Jamal
(Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ISDIK Kieraha Ternate)
Ternate 13 Agustus 2019.
Discussion about this post