“Kepada waktu, manusia adalah kemerdekaan. Kepada manusia (yang katanya ahli pengetahuan), manusia terbelenggu. Waktu adalah keabstrakan yang asasi dan yang paling purba.”
“Penciptaan Adam sekalipun telah melibatkan ruang dan waktu. Ruang dan waktu!”
Ahmad mengakhiri kalimatnya, cepat-cepat menuju pintu yang sudah terbuka. Ahmad telah sampai kepada waktu yang paling asasi dalam hidupnya.
Dari dalam rumah terdengar perbincangan dua anak semesta yang saling takut. Kakak Ahmad, Normala, membicarakan hal serupa tentang waktu. Kedua anak semesta itu sama-sama punya pendapat tentang waktu yang kekal, waktu yang tiada penghabisan.
BACA JUGA : PPSDM Regional Makassar Kunjungi Tidore Kepulauan
Di malam itu, waktu telah menunjukkan pukul setengah tiga. Ketakutan yang tak wajar dialami oleh Normala dikarenakan kepulangan Ahmad yang tidak biasa. Pada keluarganya, Ahmad terkenal sebagai pribadi yang malas berpergian, tapi di malam ini, ada suatu hal berbeda yang menimbulkan rasa takut dan cemas.
“Terlalu gemar kau berpergian, Ahmad. Sampai-sampai tak mengenal waktu.” Ungkap Normala tegas.
“Sedari pagi kau pergi, baru pagi ini pula kau kembali. Ke mana saja kau berpergian?”
Ahmad tak menjawab kecemasan kakaknya Normala. Masih ia tahan sebongkah jawaban yang hendak dia sampaikan. Ia berdiam diri. Ia sadar, ia berada di bawah kontrol waktu.
Discussion about this post