MEDIASEMUT.COM – Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia. Kutipan Ir. Soekarno tersebut memvisualisasikan betapa vitalnya peran pemuda pada suatu bangsa. Hal tersebut bukan tanpa alasan, sebab pemuda adalah aset potensial sekaligus agen perubahan yang menjadi cikal bakal pemimpin, penerus, dan penyelamat kesejahteraan bangsa di masa mendatang. Di tangan merekalah harapan bangsa Indonesia dipertaruhkan. Sejarah telah mencatat bahwa pemuda memiliki kontribusi besar bagi bangsa ini. Salah satunya adalah terwujudnya reformasi 1998, di mana anak muda begitu mendominasi dan memegang peranan sentral atas itu.
Menilik sejarah pemuda dahulu, maka tak heran jika sekarang pemuda selalu menjadi topik pembicaraan yang tak kunjung usai oleh orang-orang yang mengharapkan perubahan di negeri ini. Pada era globalisasi ini, peran pemuda sangat dibutuhkan demi mewujudkan pembangunan nasional. Salah satu kontribusi sederhana tetapi sangat menentukan nasib bangsa untuk mewujudkan pembangunan nasional adalah dengan turut serta berpartisipasi pada pemilu. Kenapa penting? karena maju dan tidaknya serta berkembang atau merosotnya bangsa ini tergantung pemimpin yang mereka pilih pada pemilu tersebut.
Apalagi dalam waktu dekat yakni pada tahun 2024, Indonesia akan menyelenggarakan pemilu guna memilih presiden-wakil presiden,anggota legislatif dan kepala daerah. Pemuda kembali menjadi sorotan karena diprediksi jumlah pemilih muda termasuk milenial dan generasi Z sangat fantastis dan berpotensi sebagai penentu di pemilu nanti. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pemilih muda produktif yang berhak memilih pada 2024 mencapai 191,08 juta jiwa atau 70,72% dari jumlah total penduduk Indonesia sebanyak 270,20 juta jiwa. Angka yang tidak sedikit tentunya. Hal ini membuat partai-partai politik mulai gencar menyusun strategi demi meraup suara pemilih muda.
Apabila pemuda menggunakan hak pilih secara cerdas dan bijaksana bukan tidak mungkin akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan kompeten. Momentum ini seharusnya menjadi wadah membentuk pemuda pemudi bangsa yang demokratis, kritis dan tidak apatis. Namun sayang, untuk melibatkan pemuda pada pemilu nanti tidaklah semudah kita membalik telapak tangan.
Betapa tidak, realitanya banyak anak muda saat ini acuh terhadap politik. Mereka berdogma bahwasanya politik cenderung berstigma buruk. Banyaknya pemberitaan di media tentang penyalahgunaan wewenang oleh oknum-oknum politisi terutama masalah korupsi, kolusi dan nepotisme turut menjadi alasannya. Hal ini mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik terutama pemuda terhadap pembangunan yang dijalankan. Selain itu, apatisme pemuda terhadap politik juga diakibatkan oleh politisi yang ketika telah terpilih tidak merealisasikan janji yang dikampanyekan. Alhasil, mereka jadi enggan menggunakan hak suaranya alias golput dalam perhelatan pemilu.
BACA JUGA : Panggil Saja Lentera
Dalam konteks ini, Partai politik adalah salah satu aktor yang memikili andil dalam menggerakkan partisipasi politik anak muda pada pesta demokrasi nanti. selain sebagai kendaraan untuk melaga ke pemerintahan, partai juga memainkan peranan sebagai sarana sosialisasi politik (instrument of political socialization). Dari kaca mata penulis, kegiatan sosialisasi politik oleh partai politik sangat minim ditemui di luar masa kampanye pemilu khususnya di Maluku Utara. Padahal melalui sosialisasi inilah yang menjadi media pengenalan sikap dan orientasi kepada anak muda khususnya pemilih pemula tentang fenomena politik guna menumbuhkan kesadaran mereka akan tanggungjawabnya sebagai warga negara dan menempatkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan nasional.
Walaupun pemilu digelar satu tahun lagi, tapi antusiasme partai-partai politik sudah mulai terlihat. Baliho-baliho kandidat sudah mewarnai beberapa tempat. Masing-masing partai mulai membangun ‘image’ dan menobatkan diri sebagai partai pro-rakyat, paling profesional, dan layak dipilih. Belajar dari pemilu-pemilu sebelumnya, penulis berharap pada pemilu 2024 nanti dibalik kampanye partai politik tersirat sebuah kampanye cerdas. Yakni, kampanye yang disamping menyampaikan visi, misi, dan programnya, juga menjadi media pendidikan politik terutama bagi pemilih pemula. Mengingat mereka adalah pemilih potensial yang merupakan wajah baru pada kontestasi pemilu nanti. Bukan kampanye yang hanya hura-hura,arak-arakan, atau konvoi belaka sehingga mengganggu ketertiban lalu lintas.
Partai harus memberikan keteladanan politik beretika dan berintegritas kepada rakyat khususnya pemuda yang sangat sensitif terhadap sebuah isu dengan menghindari money politic dan perilaku koruptif. Selain itu, partai juga perlu menggencarkan pendekatan digital. Sebab tak bisa dipungkiri bahwa pemuda sekarang sangat dekat dengan hal-hal berbau digital,misalnya media sosial (facebook, instagram, twitter, tiktok, dsb).
Terkait pendidikan politik kepada pemilih pemula, ada cara yang lumayan ampuh untuk dilakukan yaitu melalui stand up comedy. Pendidikan politik yang dikemas dengan humor yang berbobot akan lebih muda dicerna oleh penonton daripada dengan seminar yang tegang dan cenderung formal sehingga membuat mereka cepat jenuh. Selain unik dan menghibur, anekdot-anekdot yang disampaikan adalah tentang masalah-masalah di negara kita. Sehingga disitulah penonton akan terpancing untuk berpikir kritis tentang apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah di negaranya. Jawabannya sungguh mudah. Bahwa mereka (pemilih pemula) harus berkontribusi pada pemilu untuk memilih pemimpin yang akan menahkodai negara dalam beberapa tahun kedepan. Sebab, sebagaimana penulis tegaskan di awal bahwa maju dan tidaknya negara tergantung pada pemimpin yang dipilih pada pemilu nanti.
Sebenarnya, untuk melibatkan anak muda dalam suatu hajat demokrasi bukan hanya menjadi tugas partai politik tetapi merupakan tugas kita bersama yang sadar akan politik. Namun, partai politik disini yang akan mendapatkan ‘feedback’ lebih besar berupa dukungan dari mereka (anak muda) yang digadang-gadang berpontensi menjadi penentu kemenangan di pemilu nanti.
Pada akhirnya, peran partai politik dan pemuda sama-sama penting bagi perkembangan demokrasi kita. Kontestasi pemilu 2024 bisa menjadi langkah awal perbaikan citra politik dan demokrasi Indonesia menjadi lebih baik sesuai apa yang dicita-citakan bersama. Ini merupakan momentum mencetak generasi muda ‘melek politik’ dan menjadi bekal mereka sebagai pemegang estafet bangsa kedepan. Tabea ma lape tabea(*)
**) Ikuti berita terbaru Mediasemut.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow
Oleh : Alman Fahri S. Saha
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Khairun
Discussion about this post