SOFIFI,MS — Pemerintah Provinsi Maluku Utara melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) kembali mencanangkan pembangunan tiga bandar udara (Bandara), yakni bandara Loleo Tidore Kepulauan, bandara Weda Halmahera Tengah, dan bandara Taliabu Kabupaten Pulau Taliabu.
Sekretaris Provinsi (Sekprov) Malut, Abubakar Abdullah bahkan saat disentil wartawan di Sofifi beberapa waktu lalu menyatakan bandara tersebut sudah ada pekerjaan awal sehingga mudah-mudahan dari perencanaan bisa melanjutkan.
“Waktu periode itu sudah dianalisis kebutuhannya dari sisi dokumen studi pengkajiannya. Sehingga mudah-mudahan Kaban Bapeda di perencanaan bisa melanjutkan,”jelas Aka panggilan karib Abubakar.
Senada dengan Aka, Kepala Bappeda Malut, Muhammad Sarmin juga mengharapkan pembangunan bandara Loleo tetap dilanjutkan karena fondasi awal sudah diletakkan oleh Gubernur sebelumnya Abdul Gani Kasuba.
Hanya saja, Sarmin menegaskan, Bappeda ingin memastikan ada keterkaitan dan ketegasan dari dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dari Bappenas sehingga itu menjadi cantolan.
Lanjut Sarmin, sampai saat ini penyempurnaan RPJMN masih berlangsung dan bandara Loleo belum disebutkan ke dalam RPJMN. Hal itu juga katanya sudah dikonfirmasi Bappeda dalam Renstra Kementerian Perhubungan. Dimana belum tegas menyebutkan pembangunan bandara Loleo.
“Sementara sinergitas antara dokumen baik RPJMN dan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Bappeda harus memastikan bandara loleo disebutkan di dokumen di atasnya baru bisa ditindaklanjuti di dokumen di bawahnya,”terang Sarmin.
Sarmin membeberkan, beberapa hari yang lalu ada rapat melalui zoom meeting melibatkan Bappeda dan Kementerian Perhubungan. Rapat tersebut memastikan pembangunan bandara baru tersebut di Maluku Utara.
Sarmin menambahkan pembangunan bandara didorong untuk menjawab konektivitas di daerah seperti di Taliabu yang masuk kategori 3T (tertinggal, terdepan,dan terluar). “Di sisi lain menjawab soal keberadaan transportasi udara. Ini juga sekaligus mendorong percepatan Kabupaten Pulau Taliabu keluar dari daerah tertinggal,”ungkapnya.
“Kalau bicara berkelanjutan prinsipnya pondasi awal sudah ada kita berharap bisa dilanjutkan, hanya saja butuh keterkaitan antara dokumen- dokumen sebelumnya. Karena percuma kita bunyikan di dokumen RPJMD tapi dokumen di atasnya tidak ada. Sementara sinergitas dokumen itu sangat diperlukan,” sambungnya.
Sarmin juga mengatakan, apalagi Penentuan Lokasi (Penlok) juga belum ada, kalau dihitung- hitung Pemprov juga membutuhkan lahan seluas 385 hektar untuk dibebaskan dalam pembangunan bandara Loleo, sedangkan lahan yang tersedia baru sekitar 10 sampai 15 hektar.
“Jadi minimal 200 hektar lahan dibebaskan baru diserahkan atau hibahkan ke Kemenhub, skema selanjutnya baru dibicarakan apakah melalui KPBU atau Blendet Faines CSR dilibatkan. Karena yang jelas APBD tidak akan mampu membiayai bandara Loleo dari A sampai Z, sehingga perlu ada alternatif pembiayaan,”tutupnya.(Um)
Discussion about this post