TERNATE, MS — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) pada Halmahera Tengah (Halteng)Maluku Utara berhak menagih pajak restoran dan catering ke vendor PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).
Pakar Hukum Tata negara Margarito Kamis ketika dikonfirmasi Peraturan Bupati (Perbub) sebelumnya dengan undang-undang dengan perpajakan itu tidak diijinkan untuk penarikan pajak catering.
Namun Margarito sapaan akrabnya Ko Ito menegaskan bahwa nanti dicek aja apa yang menjadi objek pajak daerah, kalau undang-undang mengatakan pajak daerah maka daerah berhak untuk menagih.
“Hak wewenang untuk menagih pajak semua bersumber dari peraturan jadi cek aja dirusnya, apakah memberikan itu atau tidak, kalau tidak memberikan berarti salah, pada intinya tidak usah berdebat, cek aja dirusnya,” tegas Ko Ito pada Minggu 15 September 2024.
Margarito menjelaskan yang berhak dan berwenang untuk mengatakan bertentangan jika sudah diriviu, dan diriviu adalah eksekutif reviu atau legislatif reviu, tapi sepanjang itu tidak diriviu, maka Perbub tetap berlaku.
“Jadi kalau dibilang tidak sah, siapa yang bilang, meskipun margarito 10 kali mengatakan tidak sah tetap sah,” tukasnya.
“Tidak sah jika yang berwenang cabut atau mengatakan tidak sah baru itu tidak sah,” tambahnya.
Misalnya Mentari Dalam Negeri (Mendagri) mencabut Perbub itu atau pengadilan mengatakan bertentangan baru dicabut, dirinya mengaku tidak bisa jadikan dasar untuk melakukan tindakan.
Masalahnya Bayrus nanti di cek dong, yang di problem kan di Pemda, karena Pemda berhak yang berhak membuat, nanti dicek apakah bertentangan atau tidak itu sebabnya, karena adanya eksekutif riviu
“Itu kan sudah di atur undang-undang melalui Perbub Bupati sebelumnya, jadi untuk mengetahui sah dan tidaknya itu dibawa keatas,” tandasnya.
Menurutnya mereka yang mempunyai hak dan kewenangan untuk meriviu, dan berhak mengatakan batal atau tidak maka anda tidak bisa bilang itu batal.
“Selama tidak batal maka sah untuk digunakan mau suka atau tidak, begitu hukumnya,” tegasnya.
Sebelumnya bahwa mantan Pj. Bupati Halteng Ikram Malan Sangadji ketika di konfirmasi soal dugaan renegosiasi pajak restoran PT. IWIP tahun 2022 yang tidak ditagihnya tunggakan pajak tahun 2020 dan 2021 sekira Rp. 120 M itu menanggapi dengan datar.
“Adik baca dulu regulasinya sebelum menulis,” singkat IMS.
Ikram juga menjelaskan melalui via telepon WhatsApp bahwa, PT. IWIP selama beroperasi tidak memiliki restoran, sehingga tidak dikenakan tanggungan pajak restoran.
“Yang ada hanyalah penyedia catering, dan catering itu tidak bisa dikenakkan pajak daerah,” ungkap Ikram.
PT. IWIP adalah perusahan sekelas internasional. Lanjut Ikram jadi, tanpa harus diberitahukan, perusahan pasti taat akan pajak.
PT. IWIP hanya menanggung catering makanan sekitar 55 ribu karyawan, yang tidak harus dikenakan pajak, melainkan pajak tersebut ditagih oleh Kantor Pajak Pratama yang disepakati lewat rapat bersama.
“Bahkan Saya sebagai Pj. Bupati Halteng sempat kesal, namun tidak bisa berbuat lebih karena sudah diatur dalam regulasi,” pintanya.
Menurutnya tidak ada renegosiasi terkait pajak di perusahan PT. IWIP. Jika demikian sudah pasti ada surat tembusan. Sebab dirinya mengakui paham soal aturan, sehingga tidak bisa di utak atik.
“Selama jadi Pj. Bupati Halteng, saya tidak pakai tim staf khusus di bidang hukum seperti yang dipakai waktu era pemerintahan Elang-Rahim, karena saya memahami regulasi,” imbuhnya.
Bahkan terkait dengan pajak tersebut mantan Bupati Halteng Edi Langkara juga menegaskan bahwa dialah yang mengetahui persis masalah ini.
Ia lalu merinci besaran pajak restoran yang sudah disepakati secara tertulis antara vendor dari pihak IWIP bersama dengan Pemda dan disaksikan secara langsung pihak Kejaksaan Tinggi, Tim Polda Malut serta tim supervisi KPK.
Total pajak restoran yang wajib yang harus dibayar oleh rekanan PT. IWIP sesuai dengan jumlah karyawan pada tahun 2022, atau tahun berjalan serta jumlah karyawan yang diasumsikan 47 ribu orang.
“Sehingga hitungannya yaitu 47.000an X 50.000/hari X 30 hari X 12 bulan X 10%. Maka total pajak restoran dari 47 ribuan karyawan itu berjumlah sekitar Rp. 84 milyar lebih pertahun,” ujarnya.
Anehnya, di pemerintahan Ikram alias hak Pemda Halteng diduga dilakukan renegosiasi menjadi Rp. 2 milyar per bulan sehingga jumlah total dalam pertahun berjumlah Rp. 24 M.
Jika mengacu di angka tersebut, dan dibandingkan dengan jumlah asumsi pendapatan pada masa pemerintahan sebelumnya maka daerah mengalami kerugian sekira Rp. 60-an milyar.
Menariknya lagi tunggakan pajak pada tahun 2020 dan 2021 sekira Rp. 120 Miliar diduga tidak ditagih oleh Bupati Ikram. Padahal berdasarkan informasi, rekanan IWIP bersedia membayarnya.
“Lantaran tidak ditagih dana tersebut, daerah pun mengalami kerugian yang sangat besar, padahal setahu Saya itu PT. IWIP sangat taat dengan pajak, tapi entah kenapa sampai ini terjadi,” tegas Elang.
Kebetulan karena kesepakatan pemda dengan vendor melalui PT. IWIP sudah dituangkan secara tertulis langsung ditandatangani dan disaksikan pihak Kejaksaan, Polres serta tim supervisi KPK. Dan mewakili Pemda saat itu, yaitu wakil Bupat Abd Rahim.
“Jadi biarkan saja publik yang melihat pemimpin mana yang benar-benar peduli terhadap kepentingan daerah dan mana pemimpin yang memihak terhadap kepentingan oligarki,” tegasnya seraya menyebut semoga Masyarakat Halmahera Tengah bisa melihat.
Penulis : IKI
Editor : Redaksi
Discussion about this post