HALSEL,MS — Sebuah seruan keras datang dari kalangan mahasiswa Hukum STAI Alkhairaat Labuha, terkait dugaan keterlibatan beberapa oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Kepala Desa (Kades) dalam politik praktis khususnya di wilayah Obi. Aktivis muda yang juga seorang mahasiswa Hukum, Rilfan Salamat (Ko Ifan), mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk segera menelusuri dugaan pelanggaran ini, yang diduga melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Menurut Ko Ifan, yang juga merupakan tokoh pemuda asal Desa Waringi, Kecamatan Pulau Obi utara, keterlibatan ASN dan kepala desa dalam politik praktis tidak hanya merusak citra mereka sebagai pelayan masyarakat, tetapi juga berpotensi merusak proses demokrasi di tingkat lokal. “ASN dan Kepala Desa harusnya menjadi contoh netralitas dan profesionalisme dalam melayani masyarakat, bukan terlibat dalam politik praktis yang bisa mencederai asas keadilan,” ujarnya dengan tegas.
Rilfan menambahkan bahwa ASN diharuskan menjaga netralitas politik dalam setiap kesempatan, sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, khususnya Pasal 9, yang menegaskan kewajiban ASN untuk tidak terlibat dalam politik praktis. ASN, baik yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), wajib fokus pada tugas kenegaraan dan pelayanan publik, bukan mendukung atau terlibat dalam aktivitas politik tertentu.
Selain itu, dalam SE Menpan RB No. 71 Tahun 2020, ditegaskan bahwa ASN harus menjaga netralitas terutama dalam menghadapi Pemilu atau Pilkada. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat berujung pada sanksi administratif, hingga pemecatan jika terbukti terlibat langsung dalam kegiatan politik praktis.
Ko Ifan juga menyoroti aturan yang melarang kepala desa terlibat dalam politik praktis. Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 29, serta Permendagri No. 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa, kepala desa diharuskan untuk menjaga independensi dan tidak terjerumus dalam politik praktis. “Jika terbukti melanggar, kepala desa bisa dikenakan sanksi pemberhentian, dan kami mendesak pemerintah daerah untuk bertindak tegas dalam menegakkan aturan ini,” tegasnya.
Dengan adanya dugaan keterlibatan ASN dan Kepala Desa dalam politik praktis, Rilfan Salamat menilai pentingnya tindakan tegas dari pemerintah daerah maupun Bawaslu untuk memastikan bahwa proses demokrasi berjalan dengan adil dan tanpa intervensi yang merugikan masyarakat. “Kepala desa harusnya fokus pada pembangunan desa dan pelayanan masyarakat, bukan sibuk dengan agenda politik yang justru dapat merugikan kepentingan rakyat,” tambahnya.
Olehnya itu Rilfan Salamat mengingatkan bahwa integritas ASN dan kepala desa sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan menciptakan pemerintahan yang bersih serta berkeadilan. Ia mengajak seluruh pihak untuk menjaga netralitas dan menghormati prinsip-prinsip demokrasi yang telah diatur dalam undang-undang, (Tim red).
Discussion about this post