Oleh : Fikram Guraci
(Anggota SMI Cabang Ternate dan Study clup jejak langkah)
Morotai dengan lajunya pembangunan infrastruktur fisik, tentunya menjadi berbeda dengan kabupaten-kabupaten yang ada di Maluku Utara. Banyaknya pembangunan, tampaknya tidak dibarengi dengan peningkatan perputaran ekonomi masyarakatnya, sehingga berdampak pada penghasilan dan pendapatan mereka.Dan juga, minimnya lapangan pekerjaan sampai naiknya harga barang, menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya fluktuasi stabilitas ekonomi masyarakat.
Sementara itu pemerintah daerah lebih memperioritaskan pembangunan infrastruktur tanpa pembangunan ekonomi yang efisien bagi masyarakat itu sendiri. Padahal Morotai menjadi salah satu kabupaten di Maluku Utara, dengan pembangunan infrastruktur yang cukup maju. Dengan sumber anggaran yang dipakai mengunakan APBD dan pinjaman dana PEN yang nominalnya berkisaran ratusan juta, bahkan milyaran rupiah. Tujuannya untuk mempercepat pembangunan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 2014 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai program kepentingan Nasional dan Daerah. Tentang Zona Pengolahan Ekspor, Zona Logistik, Zona Industri dan Zona Parawisata. Dan Morotai menjadi salah satunya. Pembangunan seperti Rumah Sakit, Rumah layak huni dan pasar serta fasilitas umum lainnya yang menjadi kebutuhan masyarakat harus bersekala nasional.
Maka dari itu, barometer kemajuan kabupaten pulau Morotai hanya cukup dilihat dari Infrastruktur fisik yang dilakukan oleh pemerintah daerah itu sendiri. Akan tetapi dari segi kemajuan ekonomi masyarakat masih sangat terbatas, tertinggal dan cukup disayangkan. Karena kurangnya perhatian khusus yang perlu diutamakan dari pemerintah sehingga masyarakat terinjak-injak oleh krisis ekonomi berkepanjangan. Sampai ribuan masyarakat lebih memilih untuk pindah domisili demi mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bagi keluarga.
Meski yang kita ketahui bersama bahwa, akhir-akhir ini Maluku Utara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia bahkan dunia sampai 27%, akan tetap masih mengoleksi penduduk miskin dibeberapa kabupaten kota. Namun hal ini seharusnya bagi kabupaten pulau Morotai sebagai wilayah strategis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), suda semestinya pemerintah setempat dapat mengantisipasi akan hal itu. Sehingga mempunyai jalan keluar dalam permasalahan ekonomi.
Persoalan perpindahan penduduk karena ekonomi, ini juga bisa kita lihat pada salah satu media online, Tandaseru, dengan judul berita “Sulit Dapat Kerja, Warga Morotai Cari sampai ke Papua Nugini”. Menurut informasi yang di terima Tandaseru, bahwa sepanjang tahun 2022, ada sekitar 1.000 lebih warga Morotai yang terpaksa keluar daerah mencari pekerjaan. Informasi ini juga dibenarkan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans), ketika diwawancarai oleh awak media. “Ada yang (cari pekerjaan)ke Papua Nugini. Papua Nugini Tahun 2022 kemarin ada sekitar 4 orang. Tapi rata-rata ke PT IWIP yang banyak 2022, suda 1.000, orang,” ungkapnya ketika ditanya.
Meskipun begitu Dinas Nakertransmencatat, jumlah penduduk berdasarkan data rekapan warga yang membuat kartu kuning sebanyak 3.304, dari tahun 2017, sampai 2022, ditambah lagi dengan 2023, hampir 100 orang.
Hal ini disebabkan oleh, minimnya lapangan pekerjaan dan jugatidak terlepas dari kenaikan harga BBM, yang menjadi poin mendasar dari terjadinya degradasi penurunan perputaran perekonomian masyarakat. Kebijakan pemerintah daerah untuk mengatasi hal tersebut pernah dilakukan, terkait dengan pengadaan 200, unit Bentor di beberapa tahun lalu. Akan tetapi kebijakan itu malahan menjadi masalah tambahan dan bukan lah jalan keluar bagi kesejahteraan rakyat yang ada. Karena secara realitasnya bahwa, bentor yang ada di Morotai tidak kecil jumlahnya, dan berpengaruh pada pendapatan yang tidak cukup maksimal setiap harinya bagi sopir bentor yang ada. Sampai hari ini, pemerintah masih memberlakukan kebijakan tersebu, dan sempat ditahan untuk sementara waktu karena banyak tenaga kerja yang, jarang bahkan tidak melakukan setoran akibat dari sulitnya mencari penumpang.
Selain itu, kenaikan harga BBM dan barang-barang menciptakan daya tawar harga komoditas kopra makin hari, makin melemah. Karena harga komoditas kopra di Morotai sangat lah rendah pada kisaran harga 6.500, sampai 6.000, per kilo. Sehingga pemanfaatan untuk mengalihkan perhatian di sektor pertanian pun menciptakan petani tersingkir untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pesimisme dan keresahan ini lah, banyak masyarakat yang mengambil langkah alternatif untuk mencari pekerjaan diluar daerah.
Oleh karena itu, tentunya iniharus menjadi kesadaran moril pemerintah daerah kabupaten pulau Morotai. Untuk menyerap keluhan-keluhan masyarakat dan mencari alternatif apa yang harus dilakukan.Sebab ini juga akan berpengaruh pada Sumber Daya Manusia (SDM) di daerah, yang semestinya Morotai memiliki lapangan pekerjaan untuk masyarakatnya.
Dan juga, yang lebih di utamakan adalah pembangunan ekonomi masyarakat, bukan infrastruktur yang itu harus memakai anggaran dari dana PEN. Karena, menurut hemat saya, pemerintah terlalu melebih-lebihkan pembangunan infrastruktur sampai lupa dengan adanya kebutuhan masyarakat, sehingga berbagai macam masalah pun kini mempersulit. Jangan salah kan, ketika suatu saat nanti masyarakat tidak lagi turut terlibat dalam partisipasi pemilu untuk pemungutan suara karena tidak percaya lagi terhadap pemerintah. Apalagi sekarang kita telah masuk dalam tahun-tahun politik menuju 2024. Karena ini juga akan berpengaruh pada situasi politik yang akan datang.
Untuk itu, Morotai memiliki segalanya dari segi parawisata sampai sumberdaya alam dan semua itu untuk dijaga buat generasi kedepannya. Menciptakan lapangan pekerjaan merupakan salah satu tugas pokok bagi pemerintah untuk membebaskan masyarakat dari pengangguran dan keterpurukan ekonomi. Namun bukan berarti harus menerima investasi asing ataupun perusahaan tambang, seperti di beberapa daerah yang ada di Maluku Utara, salah satunya di Halmahera Tengah, dengan PT IWIP. Karena itu juga bukan jalan keluar, sebab Haltengjuga mencetak angka kemiskinan yang begitu besar bagi masyarakat lingkar Tambang. Serta merusak ekologi dan eksploitasi hutan yang membuat hutan Halmahera tidak lagi hijau, sehingga pemerintah daerah semestinya membatasi dan mengantisipasi sebelum terjadi.
Tapi alternatif yang di maksud adalah pekerjaan yang sesuai dengan kultur dan budaya yang ada di Morotai. Selain itu, turun kan harga BBM dan Naik kan harga kopra, agar masyarakat lebih leluasa, sertaselalu bekerja demi kebutuhan sehari-hari. **
Discussion about this post