TERNATE,MS — Puluhan jurnalis, pekerja kreatif, penggiat media sosial bikin aksi unjuk rasa menolak Rancangan Undang- Undang (RUU) Penyiaran.
Aksi unjuk rasa itu melibatkan organisasi profesi seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Warta wan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJT), Asosiasi Media Saiber Indonesia (AMSI), LPM Mantra dan LPM Aspirasi.
Penolakan tersebut karena dinilai dapat membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Aksi tersebut berlangsung di gedung DPRD Kota Ternate dan depan Kantor Wali Kota Ternate, Selasa (28/5/2024).
Selain menyampaikan orasi yang terkait ancaman kebebasan pers. Para pengunjuk rasa juga membentangkan spanduk bertuliskan “Tolak RUU Penyiaran”. Menerima masa aksi unjuk rasa dan meminta sikap DPRD Ternate atas RUU Penyiaran
“Pada prinsipnya kita juga tidak mau membungkam, kita juga mendukung kebebasan pers, kita punya keinginan seperti itu, sehingga pers itu menjadi konsumsi publik yang dapat dipercaya,” ujar Anggota Komisi I DPRD Kota Ternate, Muzakir Gamgulu.
Di hadapan masa aksi, politisi PPP Kota Ternate itu mengatakan, apa yang menjadi tuntutan teman- teman jurnalis hari ini akan disampaikan ke unsur pimpinan dewan, sebagai bentuk respon positif DPRD Kota Ternate secara kelembagaan atas polemik RUU Penyiaran.
“Ini menjadi catatan bagi DPRD Kota Ternate untuk menyampaikan ke unsur pimpinan untuk disampaikan ke DPR RI. Dan Muda-mudahan apa yang disuarakan hari ini di dengar sampai ke nasional biar yang dipersoalkan terkait produk jurnalisme investigatif itu ada perkembangan,” ucap Muzakir.
Kesempatan itu, Ketua AJI Kota Ternate, Ikram Salim juga turut menyampaikan, RUU Penyiaran oleh DPR RI sudah sepatutnya ditolak tanpa kompromi.
Pasalnya, revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 itu bagian dari melemahkan masyarakat sipil dan demokrasi. Ada sejumlah pasal bermasalah seperi pasal 50B ayat 2 (c) mengenai standar isi siar.
Memang secara spesifik disebut bahwa ada pelarangan penayangan ekslusif jurnalistik investigasi. “Bagi kami ini pasal absurd dan tendensi negatif terhadap pers, karena menyasar langsung jurnalis investigasi,” tuturnya.
Menurut Ikram, pasal ini sangat bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang – Undang Pers yang menyatakan bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. “Intinya revisi UU ini sengaja mengkhianati konstitusi dan pilar demokrasi,” pungkasnya. (dbs)
Discussion about this post