HALSEL,MSc – Puluhan wartawan baik media cetak, elektronik dan online serta LSM kane menggelar aksi demonstrasi di Hotel Buana LIPU Desa Mandaong Kecamatan Bacan sebagai tempat dilangsungkan pleno rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat.
Aksi tersebut terkait dengan kebebasan pers dalam Pasal 18 – UU 40 tahun 1999 Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). Yang saat itu dari pihak KPU maupun kepolisian tidak memperbolehkan wartawan meliput agenda Pleno di Gedung KPU kemarin.
Aksi berlangsung sekitar 1 jam itu tidak ada respon dari pihak KPU yang membuat para wartawan merasa puas, sehingga senior-senior wartawan menginginkan permohonan maaf dari pihak KPU terhadap wartawan yang berada di Halmahera Selatan itu harus keluar dari mulut KPU itu sendiri.
Sikap KPU ini telah belenggu kebebasan pers khususnya di Halmahera Selatan,” ujar Salah satu orator, Sahmar M Zen, dalam orasinya.
Ditegaskan, apa yang dilakukan oleh KPU Halsel tidak bisa dibenarkan, karena itu sudah jelas bertentangan dengan Undang-Undang Pers yang memberi sanksi kepada mereka yang menghalang-halangi kerja wartawan yang tertuang dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
Itu pleno terbuka, KPU seharusnya bisa memfasilitasi wartawan dalam mencari informasi untuk disajikan kepada masyarakat,” ujarnya.
KPU Halsel harus meminta maaf, karena mencederai kebebasan pers. Kedepan paling tidak ada perwakilan dari jurnalis dan layar lebar di luar debat,” pungkasnya.
Ketua LSM Kane, Rizal Sangaji, mengatakan, mendesak Ketua KPU Halsel supaya mundur dari jabatannya, karena tindakan yang tidak memberikan wartawan masuk dalam agenda pleno terbuka rekapitulasi itu telah melukai kebebasan pers.
Adenyong selaku wartawan Menurutnya, perwakilan KPU harus meminta maaf ke insan pers Halsel karena tindakan/larangan meliput di KPU tidak lah rasional dengan sandaran UU KPU Tanpa mempertimbangkan UU pers dalam peliputan.
Harusnya KPU Halsel mempersoalkan ID Card wartawan jika dalam peliputan tida menggunakan identitas wartawan, sementara KPU provinsi saja tidak seperti itu, baru terjadi di KPU Halsel yang mempersoalkan surat tugas wartawan yang melakukan peliputan, ada apa dengan KPU Halsel. pungkasnya.
Menurut awak media Farman Korma “Nyaris KPUD, kabupaten halmahera selatan membatasi ruang demokrasi pers,yang suda di atur dalam pasal 1 UU no 40 1999, yang melaksanakan kegiatan jurnalistik, meliputi, mencari memperoleh, memiliki, menyimpan mengelola dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan mengunakan media cetak, elektronik dll yang di atur dalam UU pers itu sendiri.
“Pasca dari pelarangan peliputan, yang di lakukan KPUD kami selaku pers merasa ketersinggungan, sehingga melakukan demonstrasi di saat plano rekapitulasi tingkat kabupaten berjalan karena kami menganggap pihak KPUD, seakan akan menginjak-injak harkat dan martabat insan pers,dan kami pers juga menganggap KPUD Halmahera selatan mencederai sistem demokrasi di indonesia tutupnya.
Menurut para wartawan Halmahera Selatan, persoalan ini belum juga usai limpox.
Reporter Cim
Discussion about this post