TERNATE, MS– Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maluku Utara baru-baru ini menjadi perbincangan hangat di kalangan publik. Pasalnya, pihaknya disebut-sebut telah mengistimewakan calon pengganti gubernur, Sherly TJoanda
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Maluku Utara Mohtar Alting angkat bicara. Kata Dia, bahwa tidak ada perlakuan istimewa atau spesial terhadap pengganti calon gubernur yg diusulkan
“Saya ingin klarifikasi terkait tudingan-tudingan dari pihak tertentu, yang menyebut bahwa KPU Malut menempatkan pengganti calon gubernur yang meninggal dunia sebagai keadaan ‘force majure’. Bahwa sebenarnya kami tidak menggunakan istilah ‘force majure’ untuk menilai keadaan pengganti calon Gubernur nomor urut 4” Kata Mohtar Alting saat dikonfirmasi seputarmalut via whatsapp Senin, (21/10/2024)
Tapi, lanjut Mohtar, kalau keadaan ‘force majure’ itu disematkan pada peristiwa yg menyebabkan calon yg telah ditetapkan oleh KPU Malut yakni Benny Laos sebagai calon Gubernur berpasangan dengan Sarbin Sehe namun mengalami peritiwa naas dan meninggal dunia, itu benar adanya. Dan itulah yang dimaksud dengan ‘force majure’
Ia kembali menegaskan, bahwa itu bukan untuk disematkan ke pengganti, walaupun ada korelasi karena dalam waktu yang bersamaan
“Pengganti dari calon yg meninggal, keduanya bersama berada dalam peristiwa naas tersebut dan juga sebagai korban. Tindakan KPU Provinsi hanya melaksanakan ketentuan Pasal 54 UU 10 Tahun 2016 dan ketentuan derivasif yang berlaku, yaitu ketentuan yang normal diatur” Jelasnya
Sehingga, kata Mohtar, kewajiban KPU adalah menindaklanjuti usulan nama pengganti dari calon yg telah ditetapkan, tetapi kemudian meninggal dunia.
Untuk itu, Mohtar menuturkan, bahwa sangat prematur jika menggunakan istilah pengalihan rumah sakit
“Saya tegaskan, bahwa tidak ada pengalihan, karena KPU Malut dengan pihak RSUD mengikat diri secara keperdataan berbatas waktu, tidak selamanya” Cetusnya
“KPU Malut melakukan Perjanjian Kerja Sama dengan RSUD Hasan Boesoeri itu hanya pada saat pemeriksaan kesehatan empat paslon, saat itu saja. Karena ada klausula perjanjian, bahwa setelah Pihak Kedua (RSUD Hasan Boesoeri) menyampaikan hasil Pemeriksaan ke Pihak Pertama (KPU Malut), maka disitulah berakhir kerja sama” Tambahnya
Lebih lanjut, keadaan yg menjadi berbeda antara pengusulan pengganti dengan keadaan normal pencalonan sebelumnya adalah soal alokasi waktu yg tidak lagi sama.
Mohtar bilang, tentu prosesnya sangat singkat untuk memproses pengganti yang diusulkan.
Untuk itu, Kata Dia, konstruksi norma tentu mempertimbangkan terkait dengan persiapan logistik surat suara dan logistik lainnya yg juga membutuhkan waktu, tidak hanya proses cetak tetapi mulai dari validasi, cetak, distribusi, sortir dan pelipatan.
“Semuanya dipertimbangkan sesuai ketentuan yg berlaku, bukan murni variabel calon pengganti yg sedang dalam perawatan, karena kami tidak punya otoritas menilai keadaan kesehatan seseorang” Terangnya
“Kami hanya mempertimbangkan pihak yang punya otoritas menilai keadaan seseorang dan menempuh sesuai dengan jalur kordinasi dari pihak terkait yaitu Dinas Kesehatan, sebagaimana amanat regulasi. Itu saja” Tambahnya lagi menegaskan
Terpisah, Mohtar menyatakan, kalau ada pihak yang menilai KPU Provinsi Malut tidak berlaku adil terhadap setiap pasangan calon, silahkan.
“Kami berterima kasih, itu hak publik untuk menilai. Tapi perlu saya tegaskan bahwa kami tidak akan pernah bergeser dari posisi sebagai penyelenggara yg harus berlaku adil untuk semua pihak. Penegasan ini tidak sekedar isapan jempol tapi benar-benar lahir dari pendirian sebagai penyelenggara pemilu sesuai amanat Undang-Undang, bahwa lembaga KPU adalah lembaga layanan dan layanannya untuk semua pihak tanpa diskriminasi” Tukasnya menutup
Penulis : IKI
Editor : Redaksi
Discussion about this post