Setengah Pejabat Polisi Bermasalah, Publik Tuntut Reformasi Polri

Setengah Pejabat Polisi Bermasalah, Publik Tuntut Reformasi Polri

Isu Panas: Setengah Pejabat Polisi Bermasalah

mediasemut.com – Isu tentang setengah pejabat polisi bermasalah mendadak trending dan bikin publik heboh. Pernyataan ini muncul seiring dengan meningkatnya sorotan terhadap integritas aparat penegak hukum, terutama di tubuh Polri. Angka “setengah” memang terdengar ekstrem, tapi bukan tanpa alasan. Banyak kasus yang menjerat pejabat kepolisian, mulai dari dugaan korupsi, pelanggaran etik, sampai kasus pidana yang melibatkan oknum berpangkat tinggi.

Fenomena ini makin memperkuat pandangan sebagian masyarakat bahwa institusi Polri sedang menghadapi krisis kepercayaan. Setiap kali ada kasus besar yang menyeret nama polisi, kepercayaan publik kembali goyah. Alhasil, muncul desakan keras agar Polri segera melakukan reformasi menyeluruh.

Di satu sisi, Polri tetap punya banyak anggota berintegritas yang bekerja keras menjaga keamanan negara. Namun, bayang-bayang pejabat bermasalah kerap menutupi kerja baik mereka. Situasi ini menciptakan jurang besar antara ekspektasi masyarakat dengan realitas di lapangan.

Akar Masalah: Mengapa Banyak Pejabat Polisi Bermasalah?

Budaya Birokrasi dan Kekuasaan

Salah satu faktor utama adalah budaya birokrasi yang masih sangat hierarkis. Di Polri, senioritas dan jaringan sering lebih menentukan daripada kinerja nyata. Akibatnya, ruang untuk penyalahgunaan wewenang jadi terbuka lebar.

Banyak kasus menunjukkan bagaimana pejabat tinggi polisi bisa lolos dari jeratan hukum karena posisi dan pengaruh mereka. Situasi ini memunculkan persepsi negatif bahwa hukum bisa “dibeli” atau diatur, padahal polisi seharusnya menjadi penjaga hukum itu sendiri.

Lemahnya Mekanisme Pengawasan

Selain budaya birokrasi, masalah lain ada di sistem pengawasan internal yang dinilai kurang tegas. Divisi Propam memang punya tugas mengawasi, tapi efektivitasnya sering dipertanyakan. Publik masih melihat adanya “tebang pilih” dalam penindakan.

Hal ini membuat kasus-kasus pelanggaran hanya ditangani serius ketika sudah viral atau disorot media. Padahal, banyak kasus yang tidak pernah terekspos dan selesai di internal tanpa transparansi.

Faktor Ekonomi dan Politik

Jangan lupa, faktor ekonomi juga punya pengaruh besar. Jabatan strategis di kepolisian sering dikaitkan dengan akses ke sumber daya, proyek, bahkan rente ekonomi ilegal. Tidak sedikit pejabat yang terseret dalam praktik gratifikasi, pungli, dan suap.

Di sisi lain, kepolisian juga sering ditarik ke ranah politik. Kedekatan dengan elite bisa jadi tameng atau bahkan tiket untuk karier yang lebih tinggi. Hubungan semacam ini membuat pejabat tertentu merasa kebal hukum.

Dampak Terhadap Kepercayaan Publik

Menurunnya Citra Polri di Mata Masyarakat

Dampak paling terasa dari isu setengah pejabat polisi bermasalah adalah turunnya kepercayaan publik. Survei-survei belakangan menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan terhadap Polri kerap fluktuatif. Kasus besar seperti pembunuhan berencana yang melibatkan pejabat tinggi, suap tambang, atau pungli di jalan raya membuat masyarakat jadi skeptis.

Efek ke Penegakan Hukum

Kalau kepercayaan publik jatuh, otomatis penegakan hukum ikut terdampak. Bagaimana masyarakat bisa percaya pada proses hukum, kalau pejabat yang harusnya jadi teladan justru ikut melanggar aturan? Situasi ini menciptakan efek domino berupa ketidakpatuhan warga terhadap hukum.

Ancaman Stabilitas Sosial

Lebih jauh lagi, krisis kepercayaan pada Polri bisa berimbas ke stabilitas sosial. Rasa ketidakadilan yang menumpuk bisa memicu protes, demo, bahkan konflik horizontal. Dalam sejarah, krisis legitimasi aparat penegak hukum selalu jadi faktor yang memperburuk ketegangan sosial.

Desakan Reformasi Polri

Transparansi dan Akuntabilitas

Solusi pertama yang dituntut publik adalah transparansi. Masyarakat ingin tahu siapa saja pejabat yang bermasalah dan bagaimana sanksinya dijatuhkan. Tanpa transparansi, Polri akan terus dicurigai sebagai institusi yang menutup-nutupi boroknya sendiri.

Akuntabilitas juga penting. Pejabat bermasalah harus benar-benar dihukum sesuai pelanggaran, bukan sekadar dipindahkan jabatan atau dinonaktifkan sementara. Hanya dengan penegakan hukum yang adil, kepercayaan publik bisa pulih.

Reformasi Struktural dan Budaya

Selain transparansi, reformasi struktural jadi keharusan. Mekanisme promosi harus berbasis merit dan prestasi, bukan kedekatan atau kekuasaan. Budaya senioritas yang membiarkan praktik “asal bapak senang” juga harus dipangkas habis.

Reformasi budaya butuh waktu panjang, tapi harus dimulai sekarang. TNI pernah melalui fase reformasi setelah era Orde Baru. Kini giliran Polri membuktikan bahwa mereka bisa berubah jadi lebih profesional.

Peran Presiden dan DPR

Tak bisa dipungkiri, reformasi Polri juga butuh dorongan politik dari Presiden dan DPR. Tanpa tekanan dari atas, perubahan hanya akan jadi jargon. Publik berharap ada komitmen serius dari pemerintah untuk benar-benar membersihkan institusi kepolisian dari pejabat bermasalah.

Momentum untuk Perubahan

Isu setengah pejabat polisi bermasalah bukan sekadar gosip politik, tapi alarm keras bagi institusi kepolisian. Kalau Polri ingin tetap relevan dan dipercaya publik, reformasi mendalam harus segera dijalankan.

Harapan Masyarakat

Masyarakat tidak menuntut Polri jadi sempurna, tapi setidaknya menunjukkan komitmen nyata untuk memberantas korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan perilaku menyimpang. Kepercayaan publik bisa pulih kalau reformasi bukan hanya slogan, tapi benar-benar diwujudkan dalam tindakan.