Oleh : Sirli Saputri Habib Abdurachman
“Mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra indonesia universitas khairun ternate. Dan Anggota Suluh Perempuan Kota Ternate”
Mediasemut.com – Berbicara tentang perempuan, perempuan itu memilki arti dalam bahasa Sansekerta. Kata perempuan diambil dari kata per + empu + an. Per yang berarti mahkluk dan empu yang berarti mulia, tuan, dan mahir. Dengan demikan perempuan bisa dimaknai sebagai mahluk yang memiliki kemuliaan atau kemampuan. Di era 5.0 banyak sekali kita dapati perempuan zaman sekarang yang telah redup semangatnya. sehingga tidak lagi melestarikan atau merawat budaya yang telah dilahirkan nenek moyang atau tetua dahulu.
Sebelum kita berangkat lebih jauh tentang perempuan dan westernisasi, perlu kita ketahui apa itu westernisasi? Westernisasi merupakan suatu proses dimana masyarakatnya terutama perempuan lebih suka mengadopsi budaya barat. Entah diberbagai bidang poltik, ekonomi, industri, teknologi, hukum, gaya, makanan, pakaian, bahasa, bahkan hal lain yang kebarat-baratan. Sehingga secara tidak langsung budaya atau tradisi kita sudah di babat habiskan oleh sistem western. Mengapa saya bisa katakan sebagai sistem? Karena ini semacam dogma atau doktrin sehingga membuat sebagian kalangan masyarakat, terkhususnya perempuan lebih berantusias dalam menjalankan program yang telah dimodifikasi oleh modernitas.
Membahas tentang perempuan dalam cengkraman westernisasi, sudah jadi barang tentu bahwa, nilai-nilai yang kemudian terkandung dalam budaya kini pelan-pelan di lengserkan. Kita tahu secara universal bahwa Indonesia sendiri memliki keberagaman yang begitu berlimpah, dan setiap tradisi lokal pastinya memliki ciri khas. Ini yang perlu dijunjung tinggi, sebab, ini juga termasuk kekayaan terbesar bangsa. Maka dari itu seharusnya para perempuan indonesia, terkhusunya perempuan Maluku Utara harus lebih pandai dan lihai melihat perkembangan kondisi yang setiap waktu melakukan pembaharuan. Sebab westernisasi ini bisa menghancurkan identitas suatu daerah. Mengapa identitas? karena westernisasi ini mampu membentuk identitas individu melalui berbaga macam bidang.
westernisasi ini hadir di tengah-tengah kalangan masyarakat, yang akhirnya memporak-porandakan identitas kita sebagai warga negara yang telah hidup berbudaya. Contohnya tiap tiap daerah yang ada di maluku utara. Kini telah menyingkirkan kesetiaan perempuan pada saloi, kebaya, dan apa-apa. Dan memilih beralih kecintaannya pada perkembangan western, bahkan mereka rela membeli baju merek baru di setiap momentum, begitu pula dengan make up, mereka lebih terfokus untuk merias wajah, memberikan pandangan hidup baru daripada mempertahankan budaya yang mungkin menurut mereka itu sesuatu hal yang kuno atau tidak modern.
Dengan adanya modernitas, ini lebih memudahkan perempuan agar lebih sibuk mementingkan fashion, make up, dan lain sebagainya. Ketimbang memperkenalkan budaya leluhur nenek moyang kita. Ini yang seharusnya menjadi acuan untuk kita perempuan-perempuan yang masih konsisten idealismenya terhadap budaya, agar tidak mudah terprovokasi dengan hal-hal yang tertera diatas. Bagaimana mungkin peran perempuan dalam mempertahankan identitas kearifan lokal, kini mulai terpinggirkan. Hal ini dikarenakan perempuan salah menganggap standar kecantikan harus fashionable. Padahal sebenarnya tidak, cantik itu relatif, kita bahkan jauh lebih elok memakai kebaya, dan tidak merias wajah. Cantik itu sederhana, tergantung persepsi masing-masing manusia saja, tidak perlu terkontruks pada budaya barat yang selalu di kemas apik oleh modernisasi. Sebab ini salah satu gaya kapitalisme untuk merekrut perempuan-perempuan agar dapat membeli produk dari kapitalis, yang pada akhirnya dapat menyepelekkan nilai-nilai kebudayaan lokal kita, maka dari itu berhentilah mengikuti standarniasi perempuan asing agar terlihat memukau di kalangan laki-laki.
Memang benar adanya bahwa perihal berdandan itu perihal kepentingan pribadi seseorang, tetapi perlu kiranya kita sesama perempuan mengingatkan bahwa ada yang lebih urgen ketimbang merias diri. Yaitu saling menggengam tali persaudaraan dengan budaya lokal. Jangan sampai produk-produk kapitalis terjual habis. Sebab, kita perempuan mengejar dan memborong semua yang telah disediakan oleh kapitalis, padahal itu tidak berpengaruh sekali pada keberlangsungan hidup seorang perempuan. Bahkan itu bisa menjadi bahan pemicu untuk para perempuan berlomba-lomba memperlihatkan ajang kecantikannya yang sudah terbukti nyata bahwa itu hasil rancangan kapitalis, westernisasi dan modernitas.
Itulah cara kerja kapitalis dengan memasukkan berbagai macam bentuk produk agar perempuan-perempuan lebih terfokus pada apa yang dibuatnya. Sehingga tidak mengingat sama sekali bahwa kita mempunyai berbagai macam keberagaman kearifan lokal yang mesti di selaraskan. Kearifan lokal ini juga menjadi satu-satunya kecantikan perempuan pada zaman dulu, kini dan nanti.
Sebagian perempuan tidak pro terhadap budaya, makanya cepat sekali terprovokasi. Karena tidak menilisik lebih jauh tentang kebudaayan lokal yang ada disekitarnya atau lingkungan suatu daerah yang mereka tempati lebih dulu. Makanya masuknya paham modern ini untuk memajukan seluruh produk kapital yang di besarkan melalui westernisasi agar cepat sekali mempengaruhi sendi-sendi kehidupan manusia.
Maka dari itu kita sesama perempuan, seharusnya berpegang tenguh dalam mengemban silaturahmi yang baik dengan budaya lokal kita, sehingga tidak mencemari budaya lokal dengan budaya asing atau kebarat-baratan. solusinya ini kita sebagai perempuan harus berani mengambil sikap untuk terjun pada budaya, agar kita tidak di anggap sebagai perempuan-perempuan yang awam terhadap keleluhuran budaya kita sendiri. Jangan biarkan budaya lokal kita perlahan redup, akibat masuknya modernisasi western atau kemajuan budaya barat. Sehingga dapat mengambil alih segala potensi yang hidup dan dibesarkan penuh cinta oleh nenek moyang. Mari kita membumikan budaya lokal. Dan hentikan budaya barat menjelajahi ruang lingkup manusia.(sshb)
Editor : aws
Discussion about this post