Oleh: Masgul Abdullah (Penggiat Politik)
MEDIASEMUT.COM — Geliat Partai Politik Menjelang Pilkada 2024 mulai terlihat. Hal ini ditandai dengan kegiatan Penjaringan Calon Kepala Daerah baik Gubernur Bupati dan Walikota telah di buka oleh partai Politik.
Dalam sistem Demokrasi, Partai Politik memiliki fungsi Rekruitmen Politik, hal ini di jamin oleh undang-undang. Sehingga Partai Politik memiliki kewenangan mengusulkan Presiden dan Kepala Daerah.
Setiap warga negara yg berkeinginan menjadi Presiden, Gubernur Bupati dan Walikota bisa mendaftar lewat Partai Politik. Sederhananya, Partai Politik adalah salah satu sarana untuk melahirkan pemimpin, baik nasional dan daerah.
Di Maluku Utara geliat pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota semakin meningkat intensitasnya. Pimpinan partai politik mulai membangun komunikasi untuk menjalin koalisi agar bisa mengusung calon kepala daerah. Bahkan ada beberapa pimpinan partai politik telah bertemu untuk membahas calon Gubenur yang akan mereka usung.
Namun ada yang kurang elok, karena ada wacana dari pimpinan partai politik untuk membonsai partai nya sebatas lingkup organisatoris yakni pengurus dan kader partai dalam rekruitmen calon kepala daerah, layaknya Ormas atau LSM. Tentunya, hal ini bisa merugikan Partai Politik itu sendiri.
Wajar jika pimpinan partai politik bertemu, namun wacana yang dihasilkan adalah kader dan bukan kader partai menjadi standar dalam mengusung calon kepala daerah perlu di perdebatkan.
Padahal selama ini pengelolaan Partai Politik di daerah belum berjalan sebagaimana yang di harapkan. Misalnya sistem pengkaderan yg tidak dilakukan secara berkelanjutan.
Hal ini bisa dilihat dari setiap pemilu legislatif, partai politik sibuk merekrut orang-orang untuk menjadi calon anggota legislatif yg bukan dari kader partai. Hal ini bertanda bahwa partai di daerah miskin kader karena proses pengkaderan tidak berjalan dengan baik.
Alasan bahwa Tokoh di luar Partai Politik tidak memiliki keringat atas kerja-kerja partai untuk mendapat kursi legislatif adalah alasan yg tidak berdasar.
Karena problem kita adalah Demokrasi biaya tinggi. Untuk mendapatkan kursi legislatif orang bisa mengeluarkan biaya milyaran rupiah untuk membayar suara rakyat. Apalagi di Maluku Utara ini, nilai satu suara tidak main-main. Bisa ratusan ribu bahkan jutaan.
Partai Politik telah gagal dalam melakukan pendidikan politik, sehingga bangunan Politik yg JURDIL tidak tercapai. Pembajakan suara rakyat sering terjadi. Partai pun turut merusak sendi-sendi demokrasi itu sendiri, karena Partai Politik tidak bisa mencegah politik uang yang merajalela di setiap momentum pemilu.
Sehingga pemilu menjadi wahana aduk logistik, bukan adu gagasan, karena partai politik membutuhkan logistik yg cukup besar untuk menghadapi pemilu. Inilah yg disebut keringat Politik oleh Pimpinan Partai Politik.
Seharusnya, Partai menjalankan fungsinya dengan maksimal untuk menjaring tokoh terbaik di daerah, di internal maupun eksternal partai politik untuk menjadi calon kepala daerah.
Karena nasip daerah ini lima tahun kedepan tidak bisa diserahkan kepada pimpinan partai politik atau kader partai semata. Kita berharap partai betul-betul menjalankan fungsinya sebagai rekruitmen pemimpin dengan menemukan calon kepala daerah terbaik dari semua elemen masyarakat.
Sehingga Pilkada yg dibelanjakan dengan uang daerah ratusan Milyar dapat menghasilkan pemimpin yg bisa membawa perubahan daerah. Untuk mewujudkan hal ini, pimpinan Partai seharusnya bertemu untuk merumuskan kriteria sebagai satu alat ukur yang menjadi standar Partai politik dalam mengusung calon kepala daerah.
Sayang jika para pimpinan parpol bertemu hanya untuk berdiskusi dikotomi kader partai dan bukan kader partai untuk diusung menjadi calon Kepala daerah. Karena hal ini adalah bentuk pembungkaman fungsi Partai Politik itu sendiri.
Pilkada adalah pesta demokrasi lokal, pesta milik semua masyarakat di daerah, bukan pesta milik partai politik. Tugas partai politik membuat pesta ini bukan sekedar hura-hura, namun pesta yang berkualitas. Semoga. (*)
Discussion about this post