LABUHA,Mediasemut.com – Menanggapi keluhan para Pedagang Kaki Lima (PKL) pasar Labuha terkait lahan tempat berjualan yang di klaim oleh salah satu oknum, di respon Kepala Bidang Pengelolaan Aset dan Kekayaan Daerah BPKAD Halmahera Selatan (Halsel) Rysno Tess.
Lahan tersebut sudah 13 tahun di serahkan oleh yang bersangkutan ke Pemerintah Daerah Halsel.
Rysno mengemukakan, pada Agustus lalu pihak Perindagkop dengan etikad baik telah berkoordinasi dengan pihaknya untuk menyelesaikan permasalahan lahan yang ada di pasar Labuha. Karena berpengaruh pada peningkatan PAD Dinas Koperindag.
“Beliau berkoordinasi dengan kami terkait permasalahan yang ada di desa Labuha karena berdampak pada PAD yang di lakukan oleh stafnya” ucap Rysno di ruang kerjanya Rabu, (20/9/2023).
Atas jalan koordinasi itu, Rysno kepada pihak Perindagkop, supaya terlebih dahulu disiapkan dan di lengkapi dokumen administrasi lahan agar menjadi dasar peninjauan oleh pihak Aset.
Selain pihak Perindagkop, Rysno mengaku pihaknya juga telah di datangi oknum yang mengklaim memiliki lahan terkait pembayaran.
“Bapak Syafrudin (pemilik lahan) juga datang ke bidang aset dan berkoordinasi dengan kami terkait pembayaran lahannya, dan staf saya di bidang aset menyampaikan bahwa masih ada kekurangan satu administrasi yaitu surat keterangan kepemilikan lahan dari Desa Labuha yang belum ada dalam berkas yang dimasukan, dan meminta yang bersangkutan untuk melengkapi surat tersebut di desa Labuha dimana lokasi lahan berada,” sambung Rysno.
Tidak ingin berlarut, karena tak berkabar selama 3 hari setelah berkordinasi, Rysno bilang dengan saksama turun berkoordinasi dengan Pemerintah Desa Labuha. Usut para usut, dari hasil tinjauannya kata Rysno, lahan milik Syafrudin yang berbatasan langsung dengan lahan pasar Bumdes Pemerintah Desa Labuha itu, sedang dalam sengketa, dan masi dalam proses perkara di pengadilan negeri Labuha antara Syafrudin dan Pemdes Labuha.
Lanjut kata Rysno, hasil penelusuran lain pihaknya terkait gugatan dan perkara tersebut di temukan bagian bangunan pasar Bumdes Labuha masuk ke dalam lahan pak Syafrudin kuran lebih 4 meter.
“Terkait dengan pengadaan tanah, Salah satu administrasi yang wajib dilengkapi adalah Surat Keterangan Kepemilikan lahan dari desa, dimana objek tanah itu berada dan suratnya ditandatangani oleh Kades setempat. Objek tanah yang diajukan untuk dilakukan pembayaran setelah kami telusuri ternyata sedang bersengketa dan berperkara di pengadilan. Bapak syafrudin menggugat Pemerintah Desa Labuha, dengan gugatan telah terjadi penyerobotan lahan kurang lebih 4 meter yang dilakukan oleh Pemerintah Desa labuha pada saat dilakukan pembangunan pasar bumdes labuha. Itu artinya bahwa 4 meter yang sedang berperkara dipengadilan adalah bagian dari tanah yang diajukan ke kami untuk dilakukan pembayaran karena tanahnya tepat berbatasan,” paparnya.
Dia mengaku, tidak dapat melakukan transaksi pembayaran atas tanah yang berpotensi masalah atau sedang dalam berperkara di pengadilan dengan dasar lain Pemerintah Desa Labuha yang merupakan kuasa atas wilayah tersebut tidak bersedia mengeluarkan surat keterangan kepemilikan lahan.
“Jika seperti ini, apa yang menjadi dasar kami untuk melakukan pembayaran. Oleh karena itu, kami menunggu hasil putusan pengadilan terlebih dahulu sehingga dalam mengambil keputusan kami tidak salah. Jadi, bukan kami tidak melakukan proses tetapi kami juga menunggu proses di pengadilan selesai terlebih dahulu,” ucap Rysno.
Terkait pengusiran sejumlah PKL, Rysno katakan hal tersebut adalah keliru. Karena hal ini di dasari atas nomor perkara 08/PDT.P/2010/PN.LBH. yakni nomor perkara akta perdamaian.
“Untuk masalah yang kedua terkait dengan pengusiran para penjual yang berjualan dan menempati kios-kios, menurut kami Bapak Syafrudin keliru. Sebagaimana baliho yang dipasang oleh yang bersangkutan yang termuat bahwa tanah objek tersebut telah dikuasai oleh yang bersangkutan kurang lebih 13 tahun lamanya berdasarkan perkara nomor :08/PDT.P/2010/PN.LBH. Padahal setelah kami lakukan penelusuran, Nomor perkara tersebut adalah akta perdamaian yang mana dalam akta perdamaian tersebut saat yang bersangkutan melakukan gugatan kepada Pemerintah Daerah Tahun 2010 dan di dalamnya telah termuat kesepakatan saat itu bahwa Pemerintah Daerah bersedia membayar lahan milik yang bersangkutan dengan luasan kurang lebih 40×65 dan yang bersangkutan Bapak Syafrudin menyerahkan sebagian tanahnya (di luar dari gugatan saat itu) dengan luas 30×50 kepada Pemerintah Daerah” terang Rysno.
Kabid Aset BKPAD Halsel itu menegaskan, pencegahan yang di lakukan Syafrudin terhadap sejumlah pedagang telah melanggar akta perdamaian yang di keluarkan oleh pihak pengadilan. Pasalnya, Tanah dengan luas 30×50 yang diserahkan oleh yang bersangkutan kepada Pemerintah Daerah dan telah lama di kelola instansi pemerintah. Lebihnya Rysno menyesalkan atas pengusiran beberapa pedagang yang di minta mengosongka tempat dan lahan di area pasar. “Jika saat ini pemda belum bayar lahan yang bersangkutan, itu karena sedang berperkara di pengadilan. Terus yang bersangkutan mengambil langkah untuk mengusir para penjual yang menempati kios-kios diatas tanah yang pada kenyataannya sudah di serahkan ke Pemda, maka yang bersangkutan salah,” tegas Rysno.
Dengan alasan agar lebih mengedukasi, hal tersebut menurut Rysno akan di koordinasikan ke pihak-pihak terkait lainnya. “Untuk hal itu, kami akan berkoordinasi dengan bagian hukum dan kemudian melakukan koordinasi lebih lanjut ke Pengadilan Negeri Labuha, dan selanjutnya mengambil langkah-langkah hukum,”.
Lebih jauh lagi, Rysno menambahkan, belum adanya penetapan pasar, dan sedikitnya kesediaan lahan di Desa Labuha, Rysno juga bilang akan berkoordinasi dengan para pimpinan mencari alternatif lain.
“Nanti kami akan berkoordinasi dengan Pak Bupati dan Setda untuk kiranya dapat kembali memanfaatkan pasar Amasing karena itu adalah aset Pemerintah Daearh” tutupnya.(Sh/ADV)
Discussion about this post