HALSEL,MS — Peristiwa penganiayaan yang melibatkan dua oknum polisi terjadi di Desa Yaba, Kecamatan Bacan Barat Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Insiden ini terjadi di kantor Desa Yaba, yang mengejutkan banyak pihak, karena melibatkan anggota kepolisian yang seharusnya menjadi penegak hukum dan pengayom masyarakat.
Kejadian tersebut berawal dari dugaan ancaman yang dilakukan oleh dua oknum polisi terhadap warga setempat.
Peristiwa ini bermula ketika dua anggota polisi, yang kemudian diketahui bernama Bripka Zulfitrah Sangadji dan Bripda M. Reza Pratama mendatangi kantor desa, dan terlibat dalam percakapan dengan warga.
Menurut keterangan warga, kedua oknum polisi tersebut mengancam salah satu warga yang ada di lokasi tanpa menunjukkan surat tugas yang sah.
Warga setempat menjelaskan bahwa mereka tidak melihat adanya surat tugas yang mendasari kedatangan kedua polisi tersebut.
Menurut beberapa saksi mata, meskipun kedua oknum tersebut mengaku memiliki surat tugas, surat tugas yang mereka miliki dikatakan hanya untuk penanganan kasus orang hilang, bukan untuk melakukan tindakan terhadap warga setempat.
Hal ini menambah kebingungannya, karena tidak ada kejelasan mengenai tujuan dan maksud kedatangan mereka ke desa tersebut.
Tindakan kedua polisi yang diduga tidak sesuai dengan prosedur dan tidak menunjukkan surat tugas yang sah memicu ketegangan antara mereka dan warga.
Tidak lama setelah itu, situasi semakin memanas dan berujung pada pengeroyokan terhadap dua oknum polisi tersebut.
Warga yang merasa tidak puas dengan sikap kedua anggota polisi ini kemudian menyerang dan memukul mereka hingga terluka.
Pj Kepala Desa Yaba, Nurjana Lameko, memberikan penjelasan terkait kejadian ini. Ia menyatakan bahwa ia tidak menerima laporan apapun terkait kedatangan kedua oknum polisi tersebut di desa.
“Tidak ada laporan yang masuk ke saya, baik dari pihak kepolisian maupun dari warga desa terkait kedatangan mereka. Seharusnya, jika ada surat tugas atau perintah dari atasan, mereka harus menginformasikannya terlebih dahulu,” ungkap Nurjana.
Menurutnya, meskipun polisi adalah pihak yang memiliki kewenangan dalam menegakkan hukum, namun kedatangan mereka ke desa tanpa koordinasi yang jelas dengan pihak desa dan tanpa adanya surat tugas yang sah menjadi hal yang memicu ketegangan. Ia juga menambahkan bahwa pihak desa selalu siap bekerja sama dengan aparat keamanan untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat, tetapi dalam hal ini prosedur yang tepat harus diikuti oleh semua pihak.
Insiden ini menjadi perhatian banyak pihak, terutama karena melibatkan aparat yang seharusnya bertugas melindungi masyarakat, namun dalam peristiwa ini justru terlibat dalam konfrontasi dengan warga. Banyak pihak yang berharap agar kejadian ini bisa diselesaikan dengan cara yang bijak dan tidak memicu ketegangan lebih lanjut antara aparat kepolisian dan masyarakat setempat.
Selain itu, kejadian ini juga membuka kembali pembicaraan tentang pentingnya komunikasi yang jelas dan koordinasi yang baik antara aparat penegak hukum dan pemerintah desa. Banyak pihak yang berharap agar kejadian serupa tidak terulang lagi dan agar penegakan hukum tetap dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku, tanpa merugikan pihak manapun. Pemerintah setempat juga diharapkan untuk selalu memastikan bahwa setiap tindakan yang melibatkan aparat kepolisian di wilayahnya sudah melalui proses yang tepat dan sah.
Diharapkan agar kejadian ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak terkait, baik aparat kepolisian maupun masyarakat, untuk lebih memahami hak dan kewajiban masing-masing dalam menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah mereka. Semoga kedepannya, hubungan antara polisi dan masyarakat dapat semakin harmonis, dan peristiwa serupa dapat dihindari demi terciptanya kedamaian dan keamanan bersama. (TB/Tim/red)
Discussion about this post